Lihat ke Halaman Asli

Antara Kecerdasan dan Peranan Otak!

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap orang memiliki kemampuan berpikir yang berbeda. Perbedaan kemampuan berpikir itu memunculkan istilah cerdas dan kurang cerdas. Terus kita masuk ke dalam kelompok yang mana? Cerdas atau kurang cerdas? Pertanyaan diatas dapat terjawab bila kita mau lebih dalam mengenal tentang otak! Secara umum berdasarkan fungsi biologisnya, otak kita terbagi dalam tiga bagian yaitu bagian otak kiri, bagian otak kanan dan bagian otak kecil, yang memiliki karakteristik dan tugas yang spesifik.

Left serebral hemisphere atau bagian otak kiri, merupakan bagian otak yang bertugas berpikir secara kognitif dan rasional. Bagian ini memiliki karakteristik khas yang bersifat logis, matematis, analitis, realistis, vertikal, kuantitatif, intelektual, obyektif dan mengontrol sistem motorik bagian tubuh sebelah kanan.

Sebaliknya bagian otak kanan atau right serebral hemisphere memiliki tugas berpikir secara afektif dan relasional, memiliki karakter kualitatif, impulsive, spiritual, holistis, emotional, artistik, kreatif, subyektif, simbolis, imajinatif, stimulan, intuitif, dan mengontrol gerakan motorik bagian tubuh sebelah kiri.

Sedangkan otak kecil sering disebut juga otak bawah sadar bertugas sebagai mesin perekam seluruh kejadian yang berlangsung di kehidupan kita. Bila seseorang lebih sering berpikir secara rasional, matematis dan logis berarti dia cenderung menggunakan otak kirinya sedangkan bila dia sering berpikir secara afektif dan relasional berarti otak kanan lebih berperan dalam proses berpikirnya. Sekarang muncul pertanyaan, bagian otak mana yang dianggap mewakili kecerdasan?

Perlu diketahui bahwa kecerdasan itu adalah suatu kemampuan umum dari seseorang dalam memecahkan masalah hidupnya sehari-hari. Dan kemampuan ini dapat tercermin dari kecepatan, ketepatan dan kedalaman berpikir seseorang itu di dalam mencari jalan keluar dari masalah hidupnya sehari-hari. Adapun kecerdasan yang saya maksud lebih tertuju pada dunia pendidikan yang terkait dengan proses belajar mengajar. Sering disebut bahwa kecerdasan itu dengan istilah kepandaian yang berkaitan dengan masalah belajar.

Seorang siswa akan disebut cerdas (baca: pandai) bila dia bisa memperoleh nilai berupa angka-angka yang baik. Ini berarti hasil berpikirnya berasal dari penggunaan belahan otak kiri yang mengarah pada pemikiran yang matematis, rasional dan logis. Sehingga hasil belajar diukur dari penilaian yang berupa angka-angka tadi, dan hal ini berlaku umum di dunia pendidikan kita. Misalkan ada seorang siswa dari mata pelajaran agama, materi tentang sholat mendapat nilai dengan angka 9! Benarkah dia benar-benar cerdas (pandai) dengan angka 9 tadi?

Ketika siswa yang mendapat nilai 9 tadi tidak mengaktualisasikan angka 9 dalam tindakan nyata, misalkan tidak dapat (baca: melaksanakan ) sholat, berarti penilaian tadi bersifat semu. Melihat kondisi tersebut maka kemampuan otak kanan dibutuhkan agar mampu berpikir relasional spiritual terhadap aktualisasi nilai dari angka 9 tadi. Dorongan berpikir relasional spiritual tersebut akan membuat siswa mengaktualisasikan materi atau teori tentang sholat dengan tindakan nyata berupa sholat. Hal ini berarti kecerdasaan (Kepandaian) seseorang dapat terukur dengan baik bila terdapat perimbangan kemampuan antara otak kiri dan otak kanan.

Selama ini proses pendidikan yang ada seolah-olah masih berorientasi pada hasil berupa angka. Adanya perubahan kurikulum mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum 2004 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menyisipkan life skill education, contectual learning dan pembelajaran kontruktifisme, sebenarnya berupaya mengembangkan kemampuan otak sebelah kanan. Tak ketinggalan pula kurikulum 2013 dengan muatan karakternya juga menginginkan hal yang sama, yaitu penguatan sisi kemampuan berpikir pada otak sebelah kanan. Semua itu berujung pada satu pengharapan agar para siswa memperoleh hasil belajar berupa pengalaman belajar yang bermakna, bukan sekedar hasil berupa angka-angka yang mudah dilupa. Jadi kecerdasan akan diperoleh secara utuh bila terdapat keseimbangan kemampuan berpikir antara otak sebelah kiri dan otak sebelah kanan.

Nono Purnomo

Kamis, 7 Mei 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline