Lihat ke Halaman Asli

“Pemaknaan” dalam Mengajarkan Materi Pembelajaran

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Derasnya arus informasi dan teknologi yang dibarengi menjamurnya berbagai macam handphone canggih, melengkapi perjalanan dunia pendidikan yang sekarang ini kita jalani. Banyak sisi positif yang dapat kita peroleh dari majunya arus informasi yang semakin mengglobal. Namun, tidak sedikit pula dampak negatif yang menyertai dan berdampak langsung kepada anak didik kita.

Media sosial yang sudah sangat familiar di kalangan anak didik kita menjadi salah satu imam dan kiblat bagi  mereka untuk merujuk suatu tindakan dan perilaku yang tak jarang sangat bertentangan dengan norma-norma yang kita jalani selama ini sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai religi dan adat ketimuran.

Berita terbaru dan yang masih sangat hangat dibicarakan adalah rencana diadakannya pesta bikini setelah melangsungkan ujian nasional, sungguh menghentak dan menyesakkan dada kita selaku pendidik. Bagaimana mereka bisa berpikir dan mau melakukan tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai religi dan spiritual yang mereka yakini??Apa mereka tidak memahami dampak negatif perilaku tersebut yang dapat mengarah pada penyimpangan seks dan free seks di kalangan pelajar??atau mereka memang sengaja mulai menginisiasi suatu pembiasaan baru agar menjadi wajar di kemudian hari untuk di teruskan adik-adik kelas mereka, atas dasar kebebasan bertindak dalam penjernihan otak setelah suntuk melaksanakan ujian nasional???

Semua pertanyaan-pertanyaan itu akan dapat kita jawab, ketika kita sebagai para pendidik mengembalikan lagi “Ruh” dalam proses perjalanan pembelajaran di kelas ketika transfer ilmu berlangsung. Saya sendiri berpendapat bahwa mereka para pelajar dan anak didik kita adalah anak-anak hebat yang pasti mampu memahami dan mengerti materi dan proses pembelajaran yang kita berikan. Sayangnya banyak sekali di antara kita para guru hanya melakukan proses mengajar dan tak jarang mengabaikan proses mendidik. Kesan yang muncul saat ini kita lebih mengedepankan pemberian materi ilmunya saja tanpa di barengi dengan penguatan karakter dan perilaku baik yang harus dimiliki anak didik kita. Sebagai contoh konkret, sering kita menyegerakan materi diajarkan agar cepat habis namun menafikan dan meninggalkan muatan karakter positif bagi anak didik kita. Wis yang penting seluruh materi selesei dan anak-anak tuntas di atas KKM....begitu mungkin pikir kita!!! seakan-akan tanggung jawab kita telah selesei apabila anak-anak didik kita telah melampaui nilai di atas KKM. Jadilah mereka peserta didik yang hanya memiliki label berupa “angka-angka” saja. Maka jangan salahkan mereka bila di kemudian hari saat angka-angka itu tidak dibutuhkan lagi, mereka akan bertindak di luar batasan angka yang dulu pernah mereka terima. Hal itu bisa terjadi karena mereka tidak memiliki rekaman perilaku positif atau karakter baik yang membekas dalam benak dan alam bawah sadar mereka, karena kita gurunya dulu hanya memberi materi pelajaran saja tanpa menambahkan muatan nilai karakter positif pada diri mereka.

Melihat kondisi yang demikian mengkhawatirkan rasanya saya perlu mengajak kepada diri saya pribadi dan seluruh rekan-rekan sejawat untuk mengembalikan Ruh dalam mengajar dengan menyertakan pendidikan karakter dan nilai-nilai positif pada anak didik kita. Terlepas dari kurikulum apa yang kita gunakan, pemberian nilai-nilai positif tetap relevan di berikan kepada anak didik kita.

Saya memiliki pengalaman menarik dalam proses pembelajaran yang berupaya untuk memberikan muatan karakter dan nilai positif kepada anak didik saya. Kebetulan saya mengajar mata pelajaran biologi. Saat itu materi yang saya ajarkan tentang Metamorfosis. Kalau saya hanya mengejar agar anak-anak paham tentang metamorfosis dan mendapat nilai yang bagus saat ulangan rasanya sangat mudah dilakukan. Namun saya mencermati ada sisi lain dari metamorfosis yang pesan moral dan nilai positifnya sangat bagus untuk diketahui anak didik saya. Saya mencoba untuk melakukan “Pemaknaan” pada materi metamorfosis ini.

Pemaknaan yang saya lakukan saat itu ada pada materi metamorfosis sempurna di mana terjadi perubahan ulat menjadi kupu-kupu melalui tahap  PUPA. Saya sampaikan ke anak didik bahwa ulat yang banyak orang melihat sebagai makhluk menggelikan bahkan mungkin menjijikkan bisa berubah menjadi makhluk yang begitu indah yaitu kupu-kupu. Makhluk yang semula dibenci banyak orang pada akhirnya banyak disukai orang. Makhluk yang semula rakus dan merusak banyak daun-daun tanaman, menjadi makhluk yang demikian mulia dengan mengkonsumsi sari pati “madu” dari tanaman. Mengapa itu semua dapat terjadi??? Yah... jawabannya adalah ulat menghilangkan kebiasaan buruknya, yaitu rakus dengan berpuasa, tidak makan dan tidak minum dengan beralih posisi menjadi “PUPA”, sehingga pada waktunya ulat tadi menjadi kupu-kupu yang begitu indah. Pesan moral yang dapat saya sampaikan ke anak didik adalah bila kita ingin hidup mulia dan menjadi manusia yang terhormat adalah dengan cara tidak memperturutkan hawa nafsu, tidak berperilaku culas dan rakus merampas dan mengambil hak orang lain. Bahkan anak didik kita dapat kita dorong untuk menjalankan ibadah puasa baik yang bersifat wajib maupun sunnah yang sesuai dengan tuntunan agamanya, sebab puasa terbukti mampu membentengi manusia berperilaku jahat dan menjadikannya bertakwa.

Pemberian pemaknaan pada materi pelajaran yang telah saya contohkan di atas dapat kita lakukan terus menerus pada tiap-tiap materi pelajaran yang kita ajarkan. InsyaAllah, apa yang kita sampaikan akan membekas di alam bawah sadar mereka. Dan sifat-sifat positif yang kita tanamkan ini akan selalu terbawa oleh mereka dalam meneruskan kehidupannya. Pada waktunya saat rekaman bawah sadar itu dibutuhkan, rekaman itu akan muncul untuk menghadang perilaku negatif yang akan dilakukan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, menurut saya memang diperlukan pembiasaan terus menerus ketika kita para guru melakukan transfer ilmu dengan menanamkan perilaku-perilaku positif tadi. Pemilihan PEMAKNAAN dalam memahami materi tertentu di rasa sungguh sangat relevan.

Rasanya tidak hanya sebatas pada mata pelajaran Biologi saja pemaknaan itu dapat dilakukan. Mata pelajaran lain dapat mencoba dan memulainya. Mencari materi-materi yang dapat dimaknai dan memberikan contoh perilaku positif yang dapat diambil dan digunakan oleh anak didik kita. Agar mereka saat kembali ke masyarakatnya tetap berkontribusi positif dan dapat mengekang dan mengontrol perilaku-perilaku negatif. Saya memiliki keyakinan bahwa pemaknaan terhadap suatu materi pelajaran ini akan memberi kontribusi dalam perbaikan perilaku anak didik kita, meskipun ini  bukanlah satu-satunya cara yang dapat dilakukan dan tidak menjamin 100 % mengubah semua, namun paling tidak ini adalah bagian dari ikhtiar yang dapat kita lakukan. Semoga!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline