Lihat ke Halaman Asli

Yang Penting Senyum

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya berada dalam sebuah Kapal Motor Laut pada suatu pagi. Kapal motor itu masih bersandar di dermaga pemberangkatan. Sedang asyik-asyiknya membaca sebuah buku di tengah keramaian para penumpang dan pengantar, sebuah suara bariton terdengar menawarkan barang dagangannya. "Terang Bulan, Pisang Goreng... Masih panas..." Saya tersentak bukan karena ada jualan di dalam kapal motor. Hal itu biasa terjadi dan sudah kualami terus menerus dalam pelayaran-pelayaranku selama ini. Yang membuatku tersentak adalah suara baritonnya. Tak lazim seorang dewasa berjualan dengan cara seperti itu di daerahku. Hal itu biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil yang kalau ditanya mengapa berjualan pasti akan menjawab mencari uang untuk membeli buku pelajaran.

Aku serta merta mencari sumber suara itu. Antara percaya dan lucu, saya menemukan sosok seorang dewasa yang menggendong sebuah keranjang berisi moleng dan pisang goreng. "Moleng... Pisang Goreng... Masih Panas lho Pak, Ibu, Dik... Cuma lima ribu rupiah saja.." Dia tersenyum. Melihatnya tersenyum, saya pun ikut tersenyum. Dan bukan hanya saya. Ternyata semua orang yang berada dalam kabin kapal motor itu tersenyum. Pagi yang indah karena senyuman yang ditemukan di mana-mana.

Ketika sampai di tempat saya duduk, dia menawarkan moleng dan pisang gorengnya. Tak memelas seperti kebiasaan para pedagang yang meminta supaya barang dagangannya dibeli. Dia tersenyum. Ketika kutunjukkan sebotol aqua dan beberapa bungkus biskuit sebagai bentuk penolakan, dia berujar, "Tak apa-apa, Pak! Yang penting: Senyum!" Saya terkekeh mendengarnya.

Yang penting Senyum! Mungkin ini memang sebuah strategi pemasaran dalam rangka menarik minat para pembeli. Tapi melihat senyumnya yang begitu luwes dan ringan, saya tak jadi menghakiminya atau menilai negatif senyumnya. Saya malah terkesan pada senyumnya itu. Betapa tidak! Senyumnya itu telah mencairkan situasi tak ramah para penumpang yang kebetulan bertemu di dalam kapal motor dengan tujuan yang sama tapi dengan kepentingan yang berbeda. Senyumnya itu telah memberi ruang bagi sebuah terbukanya dialog di antara orang-orang yang asing satu sama lain yang kebetulan berada di sebuah tempat yang sama.

Ah, andaikan senyum itu dimiliki juga para pelayan publik di semua bidang pelayanan publik, tentu setiap orang yang membutuhkan  pelayanan tak akan bosan sekaliipun harus lama menunggu giliran. Sayangnya, senyum itu belum membudaya, belum menjadi sebuah gaya hidup.

Mengapa banyak orang yang wajahnya selalu serius dan kaku? Senyum itu jembatan dunia. Dia menghubungkan orang-orang dalam sebuah suasana penuh keakraban dan persaudaraan. Senyum itu juga membuat hidup lebih terasa indah dan wajah terlihat ceria. Bila keindahan hidup dan keceriaan itu dimulai dari diri sendiri, bukankah ia akan menyebar dan mempengaruhi orang di sekitar kita?

Yang penting SENYUM... Tersenyumlah dan dunia akan tersenyum bersama Anda!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline