Kota Lamongan, menjadi sasaran pembangunan pabrik oleh banyak perusahaan. Meskipun sudah banyak menuai pro dan kontra pembangunan pabrik terus berlanjut dan bahkan untuk pembangunannya sendiri banyak dibangun diatas lahan pertanian.
Ya, bertani dulunya menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Lamongan, sekarang banyak masyarakat beralih untuk menjadi buruh pabrik. Masyarakat lebih memilih yang pasti, yaitu gaji yang sesuai dengan UMR. Padahal kalau dilihat dari sisi kecukupan itu masih kurang.
Kota Lamongan termasuk dalam kawasan Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan. Dimana kawasan tersebut menjadi sasaran percepatan pembangunan ekonomi sesuai Perpres 80 Tahun 2019. Tidak heran banyak perusahaan memanfaatkannya untuk pembangunan pabrik. Selain gaji UMR yang masih kecil dibandingkan Kota Gresik dan Kota Surabaya, ada banyak lahan dan tenaga kerja yang tersedia disana.
Dari banyaknya kasus pertikaian antara warga dan pihak pabrik ini terjadi ketika pabrik tersebut sudah beroperasi. Mengingat kurangnya wawasan masyarakat terkait industrialisasi. Jika ada pabrik baru, dipikiran masyarakat hanya terlintas bahwa akan ada lowongan pekerjaan baru. Dan setelah pabrik tersebut beroperasi barulah banyak tuaian protes dari warga karena terkena dampak dari pengoperasian pabrik itu sendiri.
Sekarang memang masyarakat masih diuntungkan, karena pastinya mereka akan melamar ke pabrik tersebut dan langsung diterima karena perusahaan pastinya membutuhkan banyak pekerja. Tetapi, seiring berjalannya waktu kriteria pekerja yang dibutuhkan pabrik akan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan produktivititas perusahaan. Sehingga masyarakat yang kurang memenuhi kriteria (khususnya jenjang pendidikan) memiliki harapan kecil untuk diterima. Lantas kemana masyarakat akan beralih jika produktivitas lahan pertanian juga diambil ?.
Jika pembangunan pabrik-pabrik besar untuk mengurangi angka pengangguran, Apakah tetap berlaku untuk masyarakat setempat dengan keahlian dan wawasan kurang memadai akan diterima di posisi yang layak, bukan tenaga kasar.
Jika pembangunan pabrik-pabrik untuk memperbaiki perekonomian dan mensejahterakan masyarakat, Apakah tetap berlaku untuk masyarakat setempat yang hanya mendapatkan gaji UMR dan sudah tidak lagi memiliki pekerjaan sampingan karena produktivitas lahan dan lingkungannya menurun. Dan bagaimana dampak kesehatan maupun perubahan sosial yang muncul dari yang biasanya lingkungan hamparan sawah hijau sekarang menjadi penuh polusi, atau sungai tercemar limbah. Jika masyarakat bertani disela-sela pekerjaannya masyarakat lamongan biasa menyebutnya dengan istilah "jagongan" atau "jandoman" yang artinya sekedar bercanda dan mengobrol di sela-sela pekerjaannya, di dalam pabrik semua hanya fokus dengan pekerjaannya karena mau tidak mau, mereka diawasi oleh atasannya.
Nah pastinya ada banyak pertimbangan untuk benar-benar memahami berbagai situasi. Apakah ini akan menguntungkan masyarakat atau justru sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H