Fajar merekah, menyibak bunga tidurku
Kembali kuingat wajahmu
Yang membasuh air mukaku yang pilu
Dengan sederet do'a nan sendu
Kusibak selimut
Menata hari menyambut terik
Menunggu senja yang kemerahan
Menjemput pekat malam
Di sudut ruang
Dan langit-langit kamar
Di secangkir teh manis hangat
Dan sepiring nasi yang baru matang
Kudapati bayangmu menyapa
Mengikuti hingga ke pangkal hari
Bahkan terik mentari di atas kepala
Tak menghilangkan bayangmu walau sekejap
Kau tahu mengapa?
Kalbumu menyatu di lorong hatiku
Do'amu mengalir dalam aliran darahku
Dan rinduku meneriakkan namamu
Kini senja kembali hadir di pangkuan langit
Indahnya mampu menyeka jarak di antara kita
Membuat binar mataku menemukanmu di ufuk sana
Kau melengkungkan bibirmu dengan manisnya
Langit pun menyiratkan renjana
Irama senja mengantarkanku pada malam dan segudang rindu yang menunggu
Namun, tak dapat kugulung jarak
Apalagi melompati waktu untuk dapat menemuimu
Rindu yang kutimbun kian membuncah
Jika saja jarak mampu kulipat untuk dapat bertemu denganmu
Akan kubawakan sejumput kisah tawa dan tangis di tanah perantauan ini, Bu
Namun, aku hanya bisa mendekap renjana ini
Bu, jangan kau goreskan luka meski hanya sejengkal di tubuhmu
Tunggu aku kembali
Jangan sia-siakan tabungan rindumu padaku selama ini
Tumpahkan semuanya saat kita bertemu nanti
Biar renjana yang mendekap kita berdua dari jarak ribuan kilometer ini
Biar hujan yang merintih mengadu rindu pada langit
Jangan kita yang melakukannya, Bu
Cukup do'a pada bentangan sajadah yang akan mengantarkan kita bertemu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H