Lihat ke Halaman Asli

Para Lelaki Jangan Halangi Perempuan Memimpin

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak bisa kita pungkiri, perempuan, wanita atau ibu adalah mahluk sempurna yang dipasangkan dengan Pria oleh Tuhan tuk saling bersinergi dalam menata hidup ini. Perempuan kerap disimbolkan sebagai perasaan dan lelaki adalah pikiran. Perasaan memiliki kepekaan dalam berkomunikasi dan manajerial, sedang pikiran adalah memberi dan melindungi. Jika perasaan dan pikiran bersatu, maka di sebut Qalbu atau titik “Nol” — zona dimana bersemayamnya Tuhan, Roh sejati atau Roh Pembimbing dan lain sebagainya. Titik Nol inilah yang disebut Zona kebahagian, Zona ikhlas atau puncak kehidupan yang haqiqi dan lain sebaginya. Karena hanya Nol yang dikalikan angka berapapun jumlahnya tetap Nol dan banyak para ahli mengatakan bahwa titik Nol adalah dimensinya perempuan sebagai pelaku harmoni kehidupan.

Namun sayangnya banyak perempuan tidak memahami kekuatan besar yang menjadi kodratinya, Banyak perempuan terjebak pada dimensi lelaki. Menuntut persamaan hak dengan kaum pria. Sebagaimana yang di dengungkan barat. Kalau kita tarik mundur, di Nusantara ini, di negeri yang indah ini, negeri yang penuh puja dan puji ini — Peran perempuan sesungguhnya bukan lagi masalah. Betapa tidak Majapahit pernah diperintah dua (2) perempuan , “Tribhuwanatunggadewi (1328-1350) M”. dan Kusuma Wardhani (1389-1429) M. Malah dari catatan sejarah yang lebih tua dari Majapahit, ada seorang perempuan yang sangat diteladani dan dihormati, Fatimah Binti Ma’mun. Nama tokoh ini ditemukan dalam prasasti makam yang terletak di Leran (dekat Gresik) dalam prasasti tersebut selain nama, juga keterangan wafat yaitu tahun 1028 M.

Dan yang lebih luar biasa lagi, di kerajaan Kalingga (Holing/Keling), masa keemasan kerajaan ini justru berpuncak ketika “Ratu Sima” (berkuasa diperkirakan berlangsung pada abad VII M.) menurut sejarah, rakyat sungguh-sungguh sangat merasakan nuansa kemakmuran dan keadilan. Rasa hormat pada Ratu Sima, ditandai dengan pembangunan gapura penerang disetiap persimpangan jalan yang bertatahkan emas tanpa ada yang berniat apalagi nekat melakukan pencurian sebagaimana yang terjadi kini, meski dijaga ketat dan disertai ancaman hukuman berat, toh juga dapat diterobos dengan modus korupsi, manipulasi dan sejenisnya.

Begitu tegas dan kerasnya Sang Ratu menegakkan hukum, menimbulkan rasa penasaran Raja Ta- Che. Dia kemudian mengirim mata-mata untuk membuktikan kebenaran berita tentang ketegasan Ratu Sima. Mata-mata tersebut meletakkan kantong emas di pinggir jalan dekat dengan pasar. Ternyata kurang lebih tiga tahun tidak ada yang berani menyentuh atau mengambilnya.

Sesungguhnya Kepeloporan emansipasi wanita sudah lama terjadi jauh sebelum Kartini. Kita tentu pernah mendengar nama Putri Ta’dampali dari istana kerajaan Luwu yang dibuang ke daerah Wajo karena mengidap penyakit lepra. Ditempat pembuangannya bukan saja dapat sembuh konon dengan jilatan seekor kerbau, Putri Ta’dampali juga ternyata sukses menyulap daerah Wajo menjadi kerajaan besar laksana baldatun tayyibatun warabbun gafuur.

Kitab lontara karangan legendaris Lagaligo yang sangat mashur dalam dunia kesusastraan kuno ternyata tidak punya nilai seagung itu, seandainya tanpa sentuhan tangan Colli Pujie, lagi-lagi seorang perempuan yang penulis kira sulit dicari tandingannya di masa kini. Dialah yang tekun mengumpulkan serpihan lontara Lagaligo lalu ditulisnya kembali hingga menjadi kitab utuh yang sangat monumental di seantero dunia.

Sedang Bumi Aceh, kita mengenal keumalahayati (1585 – 1604, wanita pertama di dunia yang menjadi laksamana pada masa kejaayaan aceh, keumalahati merupakan putri dari laksamana mahmud syah, cucu dari laksamana muhammad said syah putra sultan salahudin syah yang memerintah kesultanan aceh darussalam sekitar tahun 1530 – 1539 m.
Mengapa wanita bisa mempimpin dan mempengaruhi lelaki sekaligus menyelaraskan kehidupan :

• Karakter dasar wanita sebagai seorang ibu yang melahirkan, utamanya menyejahterakan semua pihak, memberikan rasa aman dan kedamaian, mengelola berbagai hal dengan sebaik-baiknya (memuaskan semua pihak), ingin memberikan yang paling adil bagi semua pihak, merasa bahagia jika orang lain bahagia, tidak ingin orang lain merasa kecewa.
• Karakter wanita pada umumnya : tabah, kuat, tahan menderita, tekun dengan rutinitas, sabar, peka terhadap situasi, tidak menyukai permusuhan, suka musyawarah/mencari jalan tengah.

Pabila kita mengacu pada kata, “Bumi”, atau “umi” dalam bahasa arab atau ibu dalam bahasa indonesia, sesungguhnya Wanita adalah ibunya manusia, karenanya bahasa yang pertama adalah bahasa ibu, pusat negara atau kota disebut ibu kota, Surga terletak di bawak kaki ibu, kemajuan suatu bangsa terletak di tangan wanita dan lain sebagainya. Tentunya ungkapan ini bukan istilah belaka, pasti ada benarnya! Karenanya banyak kitab suci menceritakan wanita diciptakan dari tulang rusuk pria, yang bisa kita tafsirkan, posisi wanita berada di dalam, menjadi kekuatan, tanpa adanya perempuan seperti kurang sempurna kekuatan yang ada. Dan lebih luar biasa, ada wanita yang melahirkan tanpa campur tangan pria seperti Siti Mariam atau Bunda Maria misalnya!

Duhai para perempuan Indonesia mari kita bersinergi, jangan saling menghalangi, jangan biarkan Ibu pertiwi selalu menangis. Bangkit dan bangun jiwa kita untuk Indonesia jaya.

(Ran/3/09)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline