Lihat ke Halaman Asli

Menikah karena Allah, Usia, atau Tuntutan Sosial?

Diperbarui: 4 April 2017   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel yang saya tulis kali ini sama seperti artikel saya sebelumnya, Sabda Nabi Muhammad SAW Berkenaan dengan Bangunan Kuburan, Hukum Pernikahan Beda Agama dalam Agama Islam, dan Muslim yang Meninggal Dunia karena Tenggelam di Perairan dalam Pandangan Islam, yaitu BUKAN OPINI SAYA. Karena saya tidak berani beropini dalam tulisan ini. Tulisan ini hanya merupakan kutipan dari Hadits (sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran), Kitab Fiqh (kitab Hukum Islam), dan beberapa kitab penjelasnya yang menerangkan perihal Hukum Pernikahan dalam Agama Islam.

Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai Hukum Pernikahan dalam Islam, saya akan memberikan sedikit pendahuluan ringan berupa pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

“Kapan kamu menikah? Ayo, cepat-cepat menikah sana, nanti keburu tua lho.”

“Kenapa sih lama-lama? Tidak usah terlalu banyak mikir, tidak usah terlalu banyak kriteria, nanti keburu kadaluarsa lho.”

"Pendidikan sudah tinggi, kerjaan sudah mapan, karir sudah mantap, penghasilan sudah tinggi, rumah sudah punya, usia sudah cukup, apalagi sih yang kamu cari? Apa kamu tidak ingin seperti aku? Anakku sudah lima lho."

 

Para lajang pasti sering mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu dalam pergaulan sosial. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sangat wajar. Karena secara umum, pernikahan memang menjadi salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Lahir, tumbuh besar, bersekolah, dewasa, bekerja, menikah, berketurunan, menjadi tua, kemudian meninggal dunia, demikianlah siklus hidup sebagian umat manusia. Sehingga seringkali orang-orang yang telah mencapai usia dewasa dan belum menikah, pasti akan mendapat pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Maka, yang sering terjadi kemudian adalah para lajang itu terburu-buru ingin menikah karena tidak tahan ditanya-tanya terus. Sehingga dasar mereka menikah adalah karena tuntutan masyarakat. Atau, adakalanya mereka ingin segera menikah lantaran takut keburu tua (baca: menopause) sehingga khawatir tidak memiliki kesempatan lagi memiliki keturunan, akibatnya kriteria-kriteria penting yang sebelumnya menjadi patokannya sudah tidak penting lagi. Atau, acapkali terburu-buru menikah karena takut tidak mendapatkan jodoh kalau keburu tua, sehingga kurang mempertimbangkan siapa orang yang dinikahi, bahkan sampai bersedia dipoligami (padahal pada sebagian besar poligami, di situ pasti ada pihak yang merasa terdzalimi dan tersakiti).

Rasullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud: “Barangsiapa memberi karena Allah, menolak kerena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya.”

Dalam hadist tersebut, Rasulullah mendefinisikan kesempurnaan iman seorang mukmin dalam masalah perkawinan adalah ketika seorang mukmin itu menikah hanya karena Allah SWT. Rasulullah SAW TIDAK menyebutkan perihal menikah karena takut gunjingan orang, menikah karena takut keburu tua, ataupun menikah karena takut tidak mendapat jodoh. Rasulullah SAW hanya menyabdakan untuk MENIKAH KARENA ALLAH, bukan yang lain-lain. Sehingga menikah dengan alasan-alasan selain Allah SWT tersebut sebenarnya malah TIDAK menuju kepada usaha untuk menyempurnakan iman. Hanya di mata manusia saja ia terlihat sudah menyempurnakan iman.

 

Berikut ini adalah penjelasan mengenai Hukum Pernikahan dalam Islam berdasarkan Kitab Fiqh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline