Lihat ke Halaman Asli

Jendela

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lagi lagi jendela itu seperti memanggilku. Rasa penasaran datang lagi. Satu langkah maju dan dua langkah mundur. Aku menuju ke jendela itu. Kini aku dan jendela itu hanya berjarak 30cm. Aku masih punya kesempatan untuk mundur 2 meter kembali ke tempat peristirahatan. Tapi, ah...30 cm ini.

Jendela itu tidak menyeramkan, hanya saja, ia sedang becinta dengan embun. Seperti Rahwana dalam cerita  Rama Shinta.Tanganku memisahkan mereka. Kubiarkan embun mencintai tanganku, agar jendela itu tak ternodai lagi. Saat semakin banyak embun memihak pada tanganku, sinar matahari terlihat, dan seperti menusuk mata bolaku dengan belati. Pupilku mengecil, semua menjadi klise. Dan waktu datang untuk menyembuhkan matabolaku yang buta sementara

Di balik jendela kamarku, aku melihat ada jendela lagi. Jendela itu milik rumah besar, cantik dan bersih. Dan seperti rumah, di dalam ada pemiliknya dan temannya. Tiba tiba, titik focus mataku tertuju pada sesuatu. Lalu aku diam, menikmati dan menghayati dalam dalam lukisan di mataku. Bisa dikatakan, aku sedang bercinta dengan pandanganku. Lalu, temanku menghampiri, berdiri di sebelahku sambil menatap mataku, berharap ia menemukan  apa yang aku lihat.

Dan dia bertanya, "Apa yang kamu lihat?"

"Itu," aku menunjuk jendela itu.

"Rumah itu?" Tanyanya

"Bukan."

"Jendela itu?"

"Di dalamnya"

"Pemilik rumah itu?"

"Aku melihatnya, tapi aku tidak focus pada oemilik rumah itu"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline