Lihat ke Halaman Asli

rania annisa

Mahasiswi UIN Malang

Penerapan Fatwa DSN MUI dalam Praktik Akad Mudharabah

Diperbarui: 10 Mei 2024   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Syariat Islam, sebagai ajaran yang disampaikan oleh Nabi terakhir, memiliki ciri khas tersendiri. Syariat ini tidak hanya komprehensif, tetapi juga bersifat universal. Ketika kita berbicara tentang komprehensif, kita merujuk pada kemampuan syariat Islam untuk mencakup segala aspek kehidupan, baik yang bersifat ritual (ibadah) maupun yang bersifat sosial (muamalah). Dalam konteks muamalah, Islam telah menetapkan pedoman yang jelas. 

Contoh yang paling nyata adalah dalam transaksi bisnis. Transaksi bisnis, sebagai bagian dari muamalah, merupakan bentuk kerja sama yang mengatur aspek-aspek dunia ini dan harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman. Untuk hal ini, diperlukan pertimbangan rasional yang sejalan dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Salah satu contoh konkret dari kerja sama dalam muamalah adalah kerjasama antara pemilik modal dan pekerja, yang didasarkan pada prinsip bagi hasil, yang bertujuan untuk saling bahu-membahu dalam mencapai kesuksesan (Hasan, 2003: 18).

Konsep kerja sama antara pemilik modal dan pekerja dalam upaya mencapai keuntungan dalam konteks ekonomi Islam dikenal sebagai mudharabah. Konsep ini telah ada sejak sebelum masa kenabian, dan bahkan selama masa Rasulullah, praktik mudharabah telah diberikan legitimasi. 

Meskipun telah mengalami sedikit modifikasi, mudharabah masih tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat hingga saat ini. Di dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS), mudharabah sering kali menjadi produk unggulan yang ditawarkan kepada nasabah. 

Dengan semakin banyaknya LKS yang menawarkan mudharabah, MUI sebagai lembaga yang berwenang dalam mengeluarkan fatwa terkait ekonomi Islam melalui Dewan Syariah Nasional (DSN), dianggap perlu untuk mengeluarkan fatwa khusus tentang mudharabah, sehingga tata cara pelaksanaannya dapat sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam.

Secara teknis, mudharabah merupakan bentuk kerja sama di mana satu pihak (shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sementara pihak lainnya bertindak sebagai pengelola. Keuntungan dari usaha yang dilakukan dibagi berdasarkan kesepakatan yang tercantum dalam kontrak, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal asalkan kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengelola. Namun, jika kerugian terjadi karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Asy-Syarbasyi, 2001:95).

Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam yang memberikan jawaban dan solusi terhadap masalah yang dihadapi umat. Umat Islam umumnya mengacu pada fatwa dalam mengatur sikap dan perilaku mereka. Dalam konteks ekonomi Syariah, fatwa memiliki peran penting dan menjadi bagian integral dalam strukturnya. Fatwa juga berperan sebagai penanda kemajuan ekonomi Syariah di Indonesia. Secara teknis, fatwa ekonomi Syariah memberikan model pengembangan dan pembaharuan dalam fikih muamalah maliyah (Sula dan Mufti, 221). 

Secara fungsional, fatwa memiliki dua fungsi utama, yaitu tabyin (penjelasan) yang mengatur regulasi praktis bagi lembaga keuangan, terutama yang berkaitan dengan praktik ekonomi Syariah, dan tawjih (petunjuk) yang memberikan panduan dan pencerahan kepada masyarakat luas tentang norma ekonomi Syariah (Sula dan Mufti, 221).

Secara keseluruhan, fatwa DSN tentang mudharabah terlihat baik dalam hal rukun dan syarat-syaratnya yang sesuai dengan ajaran fikih muamalah. Namun, melihat bahwa dalam pembuatan fatwa ini dan beberapa fatwa terkait mudharabah lainnya, kaidah yang digunakan cenderung umum, kurang spesifik, atau tidak cukup mendekati permasalahan yang sebenarnya. 

Selain itu, fatwa ini tampaknya hanya menjelaskan konsep penyaluran mudharabah dari LKS kepada nasabah atau mudharib, tanpa memberikan gambaran komprehensif tentang konsep mudharabah secara keseluruhan. Dalam ketentuan pembiayaan yang disebutkan dalam fatwa DSN tersebut, disebutkan bahwa: "Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif." 

Dalam konteks ini, sebenarnya status bank adalah sebagai shahibul maal, sementara pihak lain atau mudharib adalah pihak nasabah. Perlu dicatat bahwa bank syariah dalam penghimpunan dana umumnya menggunakan dua akad, yaitu akad wadi'ah (titipan) dan akad mudharabah (bagi hasil). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline