Lihat ke Halaman Asli

Rani Sabila

Penuang rasa

Tulisan: Tidak Akan Hilang dari Peradaban

Diperbarui: 2 November 2021   14:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi tulisan: documen pribadi

Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah. (Pramoedya Ananta Toer)

Berbicara tentang menulis, setiap orang pasti pernah menulis. Entah itu di sekolah, di kantor, atau bahkan menulis nama di amplop kondangan. Di KTP pun kita diwajibkan untuk menulis tanda tangan. 

Eits, tapi bukan itu yang akan saya bahas di sini. Menulis yang saya maksud ialah menulis untuk di kenang. Menulis yang membuat kita tidak akan hilang dari peradaban. 

Hayo siapa yang pernah nulis di bangku sekolah? Menulis di bangku sekolah juga akan membuat kita di kenang oleh adik-adik kelas loh, serta sebagai saksi bahwa kita pernah sekolah di situ.

Tapi, ada tapi nya nih. Menulis di bangku sekolah atau dinding sekolah akan membuat bangku dan dinding menjadi kotor, sehingga bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Jika dilakukan maka akan melanggar peraturan sekolah dan bisa kena hukuman. Jangan coba-coba ya, tapi jika sudah terlanjur yasudahlah, hihi.

Menulis untuk dikenang bisa dilakukan dengan menuliskan pengalaman, keahlian mengarang, penelitian atau hal-hal yang bermanfaat untuk orang lain. Misalnya, menulis puisi atau cerpen yang dibukukan,  menulis artikel tentang fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, atau lainnya. 

Belum lama ini dunia literasi mencuat, dan banyak sekali orang-orang yang terjun ke dunia perpuisian atau sebagai cerpenis. Termasuk saya sendiri. Bagi saya, puisi adalah salah satu sarana untuk menuangkan isi hati. Jadi, dia mengalir begitu saja tanpa aba. Sekalinya buntu, laju tak dapat menulis apa-apa. Hehe canda.

Menulis puisi juga dapat membuat kita dikenang, bahkan ketika kita sudah tidak ada lagi di dunia. Salah satu contohnya ialah ayah handa Sapardi, meski pun beliau telah tiada di dunia ini tapi karya-karyanya tetap abadi. 

Hal tersebut lah yang membuat saya selalu ingin menulis, menulis, dan menulis. Meskipun memang tulisan saya hanya berdasarkan isi hati dan terkadang juga hanya ilusi tak bertepi alias hasil imajinasi yang tak banyak diminati.

Kembali lagi ke menulis untuk dikenang. Di mana sih kita bisa menulis?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline