Lihat ke Halaman Asli

Rania Wahyono

Freelancer

Ada 9.9 Juta Gen Z Menganggur, Apa yang Salah?

Diperbarui: 8 Juni 2024   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Pencari kerja mempersiapkan berkas lamaran kerja dalam Mega Career Expo Jakarta di gedung Serbaguna Senayan, Jakarta, Jumat (17/5/2024). (Foto: KOMPAS/PRIYOMBODO)

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis  9.9 juta penduduk Indonesia berusia 15 hingga 24 tahun yang biasa disebut generasi Z(Gen Z) menganggur atau masuk ke dalam kategori Not Employment, Education, or Training (NEET).

Data terbaru hasil survei angkatan kerja nasional BPS menyebutkan angkatan kerja per Februari 2024 mencapai 149,38 juta orang sementara itu tingkat pengangguran terbuka mencapai 4,82% atau 7,20 juta orang. Sebanyak 16,82%-nya berusia 15 hingga 24 tahun

Cukup miris melihat kelompok usia muda yang mendominasi angka pengangguran di Indonesia. Bagaimana tidak, generasi muda yang disematkan dengan sebutan harapan bangsa menuju Indonesia Emas 2045 justru menjadi kelompok usia dengan angka pengangguran tertinggi. 

Generasi Z justru banyak yang masih menganggur bahkan tidak bersekolah ke jenjang pendidikan lanjutan lantaran UKT yang mahal. Mau cari uang dengan bekerja malah ujung-ujungnya tidak dapat kerja karena tidak memiliki gelar sarjana sebagai kualifikasi dasar. Ini bagaikan lingkaran setan.

Lantas apa yang salah di sini? Serapan pekerjaannya yang salah atau biaya kuliah yang semakin meningkat seiring dengan inflasi pendidikan sehingga banyak orang yang tak mampu melanjutkan pendidikan?

Karakter Gen Z yang Berbeda dengan Generasi Sebelumnya

Gen Z adalah orang-orang yang melek teknologi, mereka tumbuh di era digital dengan gadget sehingga banyak hal yang membuat mereka terbiasa dan tidak terbiasa jika dibandingkan dengan generasi di atas mereka. 

Sejak kecil sudah pegang gadget, dan mengalami perubahan tehnologi yang semakin cepat, platform yang berkembang pesat, internet yang semakin cepat serta konten sosial media yang semakin banyak.

Mereka lebih termotivasi oleh anak muda yang sudah jadi miliarder. Tidak heran bagaimana hebohnya fenomena Indra Kenz dengan robot trading, fenomena krypto dari  para bocil-bocil kripto yang ingin cepat kaya dengan cara instan. 

Mereka kadang berpikir buat apa kerja keras, ngapain jadi karyawan. Karena ada yang kerjanya joget-joget di Tiktok bisa kaya raya, posting foto di Instagram bisa jadi selegram dan influencer, bikin konten di YouTube digaji dollar dari Adsense seperti Atta Halilintar dan Jerome Polin yang menjadi role model mereka. Sehingga muncul keinginan dan cita-cita jadi youtuber, influencer, selegram atau jadi afiliator di marketplace.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline