Pemilu telah usai, hasil perhitungan suara secara Quick Count paslon 02
memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah rata-rata 20 persen suara di setiap provinsi yang artinya Paslon 02 berhak atas kemenangan 1 putaran.
Sedangkan penghitungan suara secara Real Count oleh KPU hingga updated Jumat (23/2/2024) data terbaru suara yang masuk 75,26% dari 823.236 data dari Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Tidak berbeda dengan hasil penghitungan Quick Count paslon 02 Prabowo-Gibran semakin jauh meninggalkan dua paslon yang lain. Prabowo-Gibran tercatat mengumpulkan 65.049.492 suara atau 58,89%. Anies-Cak Imin sebanyak 26.581.455 atau 24,06%, sedangkan Ganjar-Mahfud 18.883.011 atau 17,05%.
Calon presiden nomer urut 03, Ganjar Pranowo yang menempati posisi terbawah dari hasil sementara perhitungan suara, mendorong partai politik pengusungnya untuk menggulirkan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas dugaan kecurangan pada pemilu 2024.
Lalu, apa sebenarnya Hak Angket itu?Apakah efektif dilaksanakan untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu dan Pilpres 2024 bila ternyata Hak Angket tidak bisa membatalkan hasil Pemilu.
Apa itu Hak Angket, Syarat dan Mekanismenya
Berdasarkan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi para anggota DPR RI untuk mengajukan hak angket telah tercantum dalam pasal 199 ayat (1) hingga ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014, yaitu:
1. Diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
2. Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit:
a. Materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki; dan
b. Alasan penyelidikan.
3. Mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 jumlah anggota DPR yang hadir.
Sedangkan mekanisme pelaksanaannya sesuai Pasal 200 dan 201 Undang-Undang No. 17 Tahun 2014, ternyata tidaklah semudah dan se-simpel yang diperkirakan.