Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) pada Oktober 2022 mengungkapkan bahwa 5,5% remaja di Indonesia terdiagnosis memiliki gangguan mental. Sementara data badan pusat statistik tahun 2021 menyebut telah terjadi 5.787 korban bunuh diri maupun percobaan bunuh diri.
Yayasan Pencegahan Bunuh Diri (EHFA ) mengungkapkan bahwa tingkat bunuh diri di Indonesia sesungguhnya bisa mencapai 4 kali lipat dari angka yang telah dilaporkan. Angka-angka ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental tidak boleh dianggap remeh.
Mental adalah hal yang berkaitan dengan batin dan jiwa. Dilansir dari Kementerian Kesehatan, kesehatan mental adalah suatu kondisi di mana seseorang memiliki kesejahteraan yang tampak dari dirinya yang mampu menyadari potensinya sendiri, memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup normal pada berbagai situasi dalam kehidupan mampu bekerja secara produktif dan menghasilkan serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.
Seperti kata pepatah "Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat", artinya memiliki mental yang sehat sama pentingnya dengan memiliki fisik yang sehat begitu juga sebaliknya. Tanpa mental yang sehat kamu akan kehilangan motivasi, keberanian, semangat dan rasa percaya diri.
Mayoritas gangguan mental dialami oleh remaja, namun banyak juga dialami oleh anak kecil, usia lanjut, mereka yang berpendidikan tinggi dan juga oleh mereka yang tidak bermasalah secara materi.
Penyakit mental yang sering dialami diantaranya adalah depresi mayor, gangguan kecemasan (Anxiety Disorder), Bipolar, Skizofrenia, panic attack, Obsessive Compulsive Disorder (OCD), gangguan perilaku, gangguan stress pasca trauma (Post-Traumatic Stress Disorders) serta gangguan pemusatan perhatian.
Hanya sedikit dari mereka yang mencari bantuan profesional, karena mereka menganggap cukup dengan curhat dengan orang lain atau di sosial media akan meringankan beban, padahal yang terjadi justru sebaliknya.
Seringkali mereka dianggap lebay atau berlebihan, hanya menjadi bahan gurauan, terlalu rapuh, jauh dari Tuhan, kurang beribadah, tidak bersyukur atau tanggapan negatif lainnya. Sebagian memilih untuk diam dan menarik diri dari lingkungan sosial hingga dianggap anti sosial dan aneh.
Beberapa dari kita masih memiliki stigma negatif pada orang yang memiliki masalah mental. Mereka beranggapan bahwa seseorang yang mengalami gangguan mental atau periksa ke Rumah Sakit Jiwa sebagai Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) dan disingkirkan dari masyarakat bahkan diisolasi dalam ruangan.
Hal tersebut menyebabkan penderita gangguan mental semakin terpuruk, putus asa, merasa sendirian dan tak ada yang bisa memahaminya. Bila terus dibiarkan dapat menyebabkan depresi, masalah kejiwaan hingga bunuh diri.