Lihat ke Halaman Asli

Dari Kota Kembali ke Alam Sawarna - Potret Desa nan Indah

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13297562381833470241

Sebuah desa indah yang terletak di Kabupaten Lebak, Banten, yaitu Desa Sawarna, menciptakan sebuah pengalaman menarik akan keindahan alam khas Indonesia.

“Yuk ikutan ke Sawarna”, begitu ajak adik saya, @rayudhika, yang sedang mengakomodir perjalanan wisata untuk komunitas fotografinya. Keuntungan jika pergi bersama komunitas, pasti kita akan memiliki teman-teman baru yang biasanya belum saling mengenal.

Di dalam hati saya pun tersenyum, setelah sekian lama akhirnya tiba juga kesempatan untuk mengunjungi daerah wisata yang konon begitu mengagumkan. Desa ini sudah ditetapkan sebagai desa wisata binaan Dinas Pariwisata Banten sejak tahun 2000 ini. Sontak saya pun langsung menggangguk tanda setuju dan mengajak seorang teman saya, Chayadi.

Bisa dibilang perjalanan ke Sawarna relatif hanya dapat diakses oleh mobil kecil. Kia Travello sewaan menjadi pilihan paling ideal untuk kami. Lokasi Sawarna yang terletak di sebelah selatan Sukabumi dapat ditempuh melewati dua rute; melewati Sukabumi via Pelabuhan Ratu atau melewati Anyer-Malingping dan menyusuri sisi pantai selatan.

Berdasar pengalaman touring bersama keluarga saya sebelumnya, rute kedua melewati Anyer-Malingping tampaknya bukan pilihan yang bagus karena kondisi jalan yang rusak. Dalam perjalanan menuju desa di daerah Sukabumi selatan ini akhirnya kami memilih untuk melewati rute Selatan yaitu Pantai Selatan Sukabumi melewati Pelabuhan Ratu yang kurang lebih memakan waktu sekitar 6-7 jam dari pusat kota Jakarta.

Ketika tiba di area Desa Sawarna ini, kita akan langsung dibawa kepada suasana yang berbeda, terutama ketika melewati gerbang masuk berupa jembatan gantung. Seolah-olah jembatan itu merupakan gerbang untuk melepaskan semua kepenatan rutinitas dan “kembali ke alam” 

Keseruan desa Sawarna sudah dimulai ketika kami harus berjalan di tengah jembatan selebar satu setengah meter yang turut bergoyang melintasi sungai dibawahnya.

Orang kota seperti kami langsung dibuat histeris dengan goyangan jembatan yang lumayan panjang ini. Mungkin bisa disebut “Orang Kota Masuk Desa”.  Kami pun sudah dibuat tersenyum dan tertawa sejak memasuki desa ini.

Jangan harap ada mobil yang melintas di Desa ini, semua kendaraan harus diparkir di area parkiran sebelum jembatan. Praktis hanya sepeda dan motor kendaraan yang bisa berlalu lalang. Tenang dan begitu damai bukan? Tidak ada sikut menyikut pengemudi kendaraan seperti di Jakarta.

Sedikit melewati beberapa pemukiman sederhana, kami beristirahat sejenak di home stay tempat kami menginap. Beberapawisman bahkan dengan santainya sudah memanggul papan surfing mereka menuju pantai. Kawasan ini menjadi salah satu lokasi surfing yang terkenal bahkan hingga ke luar negeri! Kabarnya keluarga wisman ini sudah cukup lama menginap disana, bahkan berencana untuk menginap hingga dua bulan! Lucunya, anak-anak mereka justru dibiarkan berlari dan bermain bersama anak penduduk desa Sawarna lainnya. Mereka berlarian mengejar ayam atau saling gendong-menggendong. Padahal mereka tidak saling mengerti b

13297559431909358965

ahasa satu dengan yang lainnya.

Pemandangan yang indah ketika melihat berbagai perbedaan yang berasal dari belahan dunia dengan bahasa yang berbeda bisa menjadi akrab, tapi justru kita yang satu tanah air sering berkelahi satu sama lain.

Sejauh mata memandang, pemandangan luas di belakang home stay yang begitu hijau menjadi pemandangan alami. Dikelilingi pegunungan dan hamparan sawah, semakin menambah kental  indahnya kawasan Desa Sawarna ini. Lokasi homestay yang tidak eksklusif dan justru membaur dengan beberapa perumahan warga menambah daya tarik, karena kami jadi bisa membaur dengan warga yang kebanyakan tinggal di rumah panggung.

13297561231757246297

Kami juga mengobrol dan berfoto bersama sebuah keluarga yang sedang makan siang di atas rumah panggung mereka. Suara ayam dan kambing turut meramaikan suasana desa. Rasanya tempat ini tempat yang sangat tepat untuk melepaskan segala kepenatan sehari-hari.

Perjalanan panjang semalam yang begitu melelahkan pun sirna ketika mulai terdengar bunyi deburan ombak dari kejauhan. Sambil melewati hamparan rerumputan, kami pun semakin mendekat ke pantai yang memang begitu indah, dengan pasir putihnya yang nyaris tanpa karang atau bebatuan.

Para wisman yang membawa papan seluncurnya dengan santai menaiki ojek motor yang membawa mereka ke sisi pantai. Semakin takjublah saya ketika melihat keindahan pesisir pantai Sawarna ini melintas di depan mata saya. Bayangkan hamparan sisi pantai yang begitu luas dengan pasir putih yang begitu berkilau dibawah terik matahari, ahhhh indahnya alam Indonesia ini.

Saya pun langsung berlompatan diatas hamparan pasir luas tanpa perduli panasnya siang itu ini. Pantai Sawarna memang terkenal karena keindahan pantainya yang alami, dengan hamparan pasir putih yang begitu lembut.

Saking sulitnya perjalanan menuju Sawarna, kami sangat menikmati setiap waktu yang kami lalui disini. Alaminya Sawarna kembali kami rasakan sore harinya ketika kami berjalan dari penginapan menerobos semak-semak dan berada tepat di depan Tanjung Layar.

Tanjung Layar adala sebuah objek wisata yang paling terkenal di Sawarna.  Bongkahan batu besar tak jauh dari sisi pantai ini semakin menambah elok redupnya sang mentari. Dua batu besar seperti layar menjadi latar belakang yang indah untuk bernarsis ria. Sekilas, Batu Layar ini mirip dengan Tanah Lot di Bali. Jika beruntung dan air sedang surut, kita bisa berjalan hingga ke sisi Batu Layar tersebut.

Saat beberapa teman terus saja memburu foto-foto menarik, Saya dan Chayadi memilih untuk berselonjoran di bawah saung  yang dikelilingi area sawah sambil menikmati minuman. Beberapa ibu petani menanam padi di tengah area sawah yang begitu luas, juga para bapak yang memetik buah kelapa langsung dari pohonnya, dan para anak-anak yang berlarian di tengah lumpur menjadi pemandangan yang luar biasa.

Malam yang begitu tenang dan dipenuhi dengan suara jangkrik menjadi latar belakang tidur kami malam itu.

Paginya, seperti biasa, hunting sunrise menjadi tradisi para fotografer ini. Tak tahan dengan godaan pantai Sawarna, saya dan Chayadi memilih untuk langsung bermain dan berenang di pesisir pantai. Sambil duduk di pasir yang begitu halus, kami begitu menikmati suasana the hidden paradise ini.  Beberapa peselancar bahkan sudah tampak menikmati ombak yang begitu menarik.

Tak terasa, begitu santai dan alaminya kehidupan di Sawarna bahkan membuat waktu berjalan begitu cepat. Ketika akhirnya harus kembali ke Ibukota pun, kami pulang dengan pikiran dan perasaan yang begitu lapang. Sebagai bumbu perjalanan pulang, beberapa kali kami harus turun dari mobil supaya mobil dapat kuat menanjak karena begitu terjal dan rusaknya jalanan. Kali ini kami sudah saling mengenal dan akrab satu dengan lainnya.

 Inilah salah satu manfaat travelling, memiliki teman dan saling berbagi kisah perjalanan.

Petualangan Goa Lalay yang begitu terkenal di Desa Sawarna dengan petualangan stalaktitnya harus ami tunda dan baru bisa kami rasakan di kesempatan berikutnya mengunjungi Sawarna. Konon panjang goa ini sendiri bisa mencapai 1000 meter. Bisa dibayangkan serunya berpetualang di goa yang begitu dalam dan gelap ini kan?

Sebagai penutup, saya pun mengutip kata-kata dari Albert Einstein, “Look deep into nature, and then you will understand everything better.”

@ranggayudhika         -     Indonesia.Is.Me

www.ranggayudhika.multiply.com

Travelling while u r still breathing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline