Lihat ke Halaman Asli

Turangga Raflihuda

Masih belajar menulis

Strategi Memerangi Covid-19

Diperbarui: 6 Mei 2020   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah tidak diragukan lagi, Pandemik Covid-19 (Corona Virus Disease 19) atau virus corona ini sangat menganggu dan mematikan aktivitas warga negara di seluruh dunia, virus yang berasal dari Wuhan bagian Negara China, pada akhir 2019 lalu, bermula saat seseorang terjangkit virus hewan yang diperdagangkan di pasar seafood Huanan, Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, yang kemudian menyebar di seluruh kota dan dunia.

Bersumber dari halaman tirto.com update corona per tanggal 4 mei kasus Covid-19 di dunia capai 3,5 juta orang, sementara di Indonesia, kasus Covid-19 ini pertama kali dibawa dan di derita oleh dua warga Depok pada awal maret lalu, dan per tanggal 5 Mei telah terkonfirmasi sebanyak 12.000 Positif corona, hal ini menjadikan Indonesia menempati peringkat atas dalam kasus Covid-19 di Asia Tenggara, hal ini bisa dikarenakan kurangnya kesadaran warga Negara Indonesia dalam memerangi pandemik covid-19, dan masih menyepelekan virus tersebut.

 Pertanyaannya sekarang, bila pandemik covid-19 ini adalah sebuah perang yang harus dimenangkan, bagaimana strategi dalam melawan perang tersebut, apa yang harus diperhitungkan, apa yang harus dilihat, diperhatikan, dan dikerjakan secara ramai-ramai oleh pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia?

Saat ini pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai langkah, setidaknya untuk memperlambat laju penyebaran virus corona di Indonesia. Gugus Tugas Pecerpatan Penaggulangan Covid-19 sudah dibuat, tim pakar pendamping sudah memberi masukan. Strategi utama, yaitu Social Distancing sudah diterapkan, desentralisasi laboratorium sudah dijalankan. 

Selain itu, menurut penulis yang dirasa paling ampuh adalah rasa solidaritas tinggi dibutuhkan antara individu dan antarbangsa. Dengan berdiam diri dirumah sudah lebih dari cukup untuk membantu meredam laju tertularnya virus corona. Sejak awal munculnya wabah ini, WHO selalu menyuarakan pentingnya solidaritas sebagai kompas bersama dunia untuk keluar dari pandemi. Hal ini penting dilakukan agar semua upaya tetap berfokus pada tujuan utama untuk menekan laju penyebaran virus, memastikan tiadanya stigma bagi penderita, dan mempertahankan tingkat kesehatan populasi semaksimal mungkin. 

Kesehatan populasi masyarakat atau warga Negara sejatinya memiliki nilai politis amat besar karena berdampak pada kehidupan politik, ekonomi, komersial, hingga kebebasan individu. Inilah dasar dari pernyataan "kesehatan adalah pilihan politis". Sebab, tanpa keberpihakan pemimpin pada kesehatan penduduknya, berbagai aspek kehidupan bernegara akan mandek. 

Harus diingat bahwa pertaruhan terbesar dari kekalahan berperang melawan pandemi adalah runtuhnya sistem kesehatan nasional. Sederhananya, layanan kesehatan tidak lagi tersedia karena tiadanya tenaga kesehatan; rumah sakit tidak lagi bisa menampung dan memberikan pengobatan yang dibutuhkan karena ketidaktersediaan alat dan obat; sistem rujukan dan pemantauan kesehatan masyarakat tidak lagi berjalan efektif; serta pasien yang sudah mengidap penyakit lain dan membutuhkan layanan kesehatan tidak lagi bisa mendapatkannya.

Cara memperkuat sistem kesehatan banyak dikaji dalam literatur ilmiah, pengalaman, dan contoh baik negara lain yang terbukti efektif berdasarkan evidence yang ada. Diah S Saminarsih, dalam tulisannya di kolom.tempo.co.id.

Bersuber dari laman Kompas. Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, strategi yang telah dilaksanakan antara lain mengatur keseimbangan penanganan medis dan upaya pencegahan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.

 "Kemudian upaya edukasi sosialisasi dan mitigasi ancaman Covid-19 serta mengajak seluruh komponen masyarakat agar bisa memisahkan kelompok rentan dengan masyarakat sehat yang sudah positif atau orang tanpa gejala," ujar Doni saat konferensi pers di BNPB, Selasa (14/4/2020)

Ia mengatakan, masyarakat harus memahami soal pemisahan tersebut mengingat orang positif Covid-19 tanpa gejala bisa menjadi penyebar maut bagi kelompok-kelompok rentan tersebut. Kelompok rentan yang dimaksud adalah mereka yang lanjut usia atau yang memiliki penyakit berat seperti diabetes, hipertensi, asma, dan penyakit lainnya. Selain itu, strategi lainnya adalah dengan mengajak semua komponen masyarakat untuk menjaga yang sehat tetap sehat, yang kurang sehat dirawat agar sehat, serta yang sakit diobati untuk menjadi sembuh. Dan orang yang sakit harus jujur tentang apa yang menjadi penyakitnya, kebanyakan masyarakat kurang jujur tentang penyakitnya kepada dokter karena takut jika dirinya tersebut ternyata postitif corona, hal tersebut juga yang akan meresahkan tim medis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline