Lihat ke Halaman Asli

Rangga Maher

Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Manisnya Ketagihan, Ujung-Ujungnya Bikin Gemuk: Gawat Konsumsi Soft Drink Menyebabkan Kenaikan IMT pada Remaja

Diperbarui: 16 Desember 2024   21:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Soft Drink (Sumber: Freepik)

Konsumsi minuman berpemanis, terutama di kalangan remaja, saat ini menjadi perhatian yang serius karena dampak buruknya terhadap kesehatan. Kandungan gula yang tinggi dalam minuman soft drink menyebabkan peningkatan risiko obesitas, diabetes melitus tipe 2, dan penyakit jantung. Penelitian dari Mozaffarian et al, pada 120.000 pria dan wanita menemukan bahwa, meningkatnya konsumsi harian satu kaleng soft drink memiliki pengaruh terhadap terjadinya peningkatan berat badan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Ludwig et al, bahwa setiap terdapat peningkatan porsi konsumsi minuman manis termasuk soft drink dapat meningkatkan IMT sebesar 0,24 serta dapat meningkatkan risiko obesitas pada hingga 60% (Ludwig, Peterson and Gortmaker, 2001). Kondisi ini tentunya dapat menjadi bahaya mengingat masih tingginya konsumsi minuman soft drink pada remaja di Indonesia.

Indonesia diketahui memiliki konsumsi minuman gula manis/ Sugar Sweetened Beverages (SSBs) tertinggi ketiga di Asia Tenggara yakni sekitar 20,23 liter/orang (Ferretti and Mariani, 2019). Hal ini selaras dengan laporan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2014 bahwa rata-rata konsumsi minuman soft drink per orang per hari di Indonesia mencapai 2,4 ml/orang/hari (Badan Litbangkes, 2014). Tingginya angka konsumsi minuman manis tersebut ternyata disumbangkan oleh kelompok remaja. Hal ini dibuktikan dengan data Survei Kesehatan Indonesia 2023 yang menyatakan bahwa kelompok umur 15-19 tahun merupakan kelompok umur dengan persentase konsumsi minuman manis tertinggi sebesar 48,6% dengan frekuensi 1-6 kali per minggu (Kemenkes RI 2023).

Jika pola konsumsi ini terus terjadi, dampak dari konsumsi soft drink terutama pada remaja akan semakin dirasakan beberapa tahun kedepan. Bahkan faktanya, sudah mulai terlihat melalui kenaikan IMT pada remaja dimana saat ini, sekitar 8-10% remaja berada pada IMT yang berisiko dengan rincian lengkap sebanyak 13.5% mengalami overweight dan 28.7% mengalami obesitas (Riskesdas, 2018). Hal ini tentu berbahaya karena kejadian overweight dan obesitas utamanya dapat memicu penyakit metabolik terutama diabetes melitus tipe 2. Fenomena ini juga dikonfirmasi dengan pernyataan IDAI bahwa, terjadi peningkatan kasus diabetes pada anak dan remaja hingga 70 kali lipat sejak tahun 2010. 

Maka dari itu, membatasi konsumsi soft drink adalah langkah penting untuk mencegah kenaikan IMT dan mengurangi risiko penyakit lainnya. Untuk memastikan hal ini tercapai perlu melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari individu, sekolah, hingga pembuat kebijakan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut: 

  • Langkah pencegahan dari individu 

Langkah pencegahan dari individu dapat berupa pola hidup sehat, membiasakan konsumsi air putih, membaca label kandungan gula di kemasan minuman, dan selalu menyeimbanginya dengan aktivitas fisik.  

  • Langkah pencegahan di tingkat sekolah

Langkah pencegahan di tingkat sekolah dapat dengan mengintegrasikan materi dan melakukan edukasi terkait pendidikan gizi, informasi kandungan gula pada kemasan minuman, dan dampak kesehatan dari gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi soft drink yang berlebihan. Selain itu, dapat dilakukan pembatasan penjualan soft drink di kantin sekolah untuk membatasi akses siswa terhadap soft drink dan menyediakan alternatif minuman yang lebih rendah gula.

  • Langkah pencegahan di tingkat pemerintah

Pemerintah dapat melakukan penerapan bea cukai soft drink pada tahun 2024. Hal ini juga merujuk kepada pasal 194 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 bahwa dalam rangka pengendalian konsumsi gula, selain dengan menentukan batas maksimal kandungannya, dapat juga dengan menetapkan cukai. Pada dasarnya Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun mengenai konsumsi soft drink. Sedangkan konsumsi soft drink secara berlebih dinilai memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa soft drink memiliki karakteristik sebagai barang cukai yang sebenarnya ideal untuk dikenakan cukai guna mengurangi frekuensi konsumsinya di masyarakat.

Dengan berbagai langkah yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa penting untuk menyadari dampak konsumsi soft drink terhadap kesehatan, terutama bagi remaja. Langkah-langkah pencegahan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari individu, sekolah, dan pemerintah perlu diterapkan secara menyeluruh untuk membatasi konsumsi soft drink dan mengurangi risiko kesehatan seperti obesitas dan diabetes. Dengan upaya tersebut, kita dapat berkontribusi untuk mendukung generasi muda dalam menjalani gaya hidup sehat, mengurangi prevalensi penyakit, serta membangun masa depan yang bebas dari ancaman kesehatan kronis.

Sumber 

Badan Litbangkes (2014) Studi Diet Total: Survei Konsumsi Makanan Individu Indonesia 2014.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline