WAJAH PENDIDIKAN KITA:
Pemerintah Cuek Karena Sekolah Di Bangun oleh Seorang Supir Bus
"Kita tidak selalu bisa membangun masa depan untuk generasi muda, tapi kita dapat membangun generasi muda untuk masa depan". – Franklin D Roosevelt.
Sepenggal kalimat diatas mungkin layak untuk disematkan kepada M. Saleh (48thn) Warga Tolowata Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima. M. Saleh atau biasa disapa Alan, seorang pengemudi Bus AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi) NTB dengan trayek Bima – Mataram.
Perusahaan armada Bus Surya Kencana menerimanya sebagai tenaga Pengemudi (Sopir) sejak tahun 2012. Sebelumnya, hampir 6 tahun ia melakoni Profesi yang sama (Baca: Sopir) pada Armada Bus PO Rasa Sayang dengan trayek Bima – Mataram – Denpasar – Surabaya – Jakarta. Meskipun terlebih dahulu, Alan juga pernah menjadi Pengemudi Truck berbadan besar (Fuso) dengan trayek Flores – Sumbawa – Lombok – Bali – Jawa – Sumatera.
Tidak ada yang istimewa dari lelaki ini (Baca: Alan), seorang Sopir Bus Malam, berbadan besar dan berambut Gondrong. Namun bagi saya, Alan adalah Inspirator sekaligus Motivator bagi banyak orang. Sebagai Sopir Bus Malam, dalam satu kali jalan PP (Pulang Pergi) Bima - Mataram, ia hanya diupah sebesar Rp 250.000. jarak Bima (Sumbawa) – Mataram (Lombok) adalah 460 km. Atau jika ditempuh dengan menggunakan jalan darat, setidaknya menghabisakan 9 – 12 jam waktu tempuh Transportasi umum. Ditengah profesinya sebagai seorang Sopir Bus malam, yang diupah hanya kurang lebih 2 – 4 juta per bulan. Namun sebagian dari upah yang didapat, ia sisihkan untuk gaji guru di sekolah yang ia bangun.
Yach, sekolah yang Alan bangun diatas tanahnya sendiri, sekolah yang ia biayai sendiri. Ia menggaji guru pengajar dari upah sebagai seorang Sopir Bus Malam. Sekolah itu bernama MIS (Madrasyah Ibtidaiyah Swasta) Darul Ulum. Sekolah tersebut dibangun sejak tahun 2009, hingga saat ini sudah berjalan 5 tahun. Siswa MIS Darul Ulum berjumlah 68 orang. Jumlah tersebut dari kelas 1 hingga kelas 5. Tahun depan (2015), MIS Darul Ulum akan melahirkan out put. Sebagai pengakuan atas status out put MIS Daru Ulum, Alan sedang berusaha untuk melakukan komunikasi dengan MIN (Madrasyah Ibtidaiyah Negeri) terdekat guna menerima keikutsertaan Siswanya untuk UN melalui ujian persamaan bersama MIN terdekat.
MIS Darul Ulum yang dibangun sederhana olehnya dikepalai oleh Sutamin, S.Pd. seorang perempuan jebolan STKIP. MIS Darul Ulum ini dibantu oleh 8 tenaga pengajar yang secara sukarela mengajar di sekolah itu dengan upah ‘mana-mana saja’. Karena keterbatasan yang dimiliki, Sekolah ini hanya memiliki 4 lokal kelas belajar, yaitu 3 ruang kelas dan 1 ruang guru merangkap ruang kepala sekolah. Waktu belajar pun dibagi dua, kelas 1 – 3 belajar dipagi hari hingga menjelang siang, sedangkan kelas 4 dan 5 belajar siang hingga sore.
Alan sendiri sesungguhnya tidak bersekolah tinggi, karena keterbatasan ekonomi keluarga, ia hanya duduk hingga SMA saja. Lalu ia bekerja untuk membantu ekonomi keluarga sebagai seorang Kornet Truck. Kemudian dipercaya sebagai Sopir truck dan Fuso, pindah menjadi Supir Bus dengan trip Bima – Jakarta dan kini pindah armada bus dengan trip Bima – Mataram seperti yang sudah dijelaskan diatas. Karena pengalaman hidupnya dari daerah yang satu ke daerah yang lain sebagai seorang supir Bus AKAP maupun AKDP dan mirisnya melihat perkembangan pergaulan remaja masa kini, Alan pun membangun sekolah Agama, MIS Darul Ulum di dusun Tololai Desa Mawu kecamatan Ambalawi Kab Bima.
Berbekal tanah warisan orang tua seluas 10 are dipinggir jalan lintas kecamatan (Ambalawi - Wera) yang berhadapan dengan laut, Alan kemudian memutuskan untuk menggunakan sebagian dari uang tabungannya selama menjadi supir untuk membangun sekolah Agama yang berdinding bedek. Tahun pertama sekolahnya dibuka, murid yang mendaftar tidak sampai 15 anak, dan guru pengajar pun baru berjumlah 2 orang, itupun dari para sarjana pendidikan yang kebetulan masih keluarga dekatnya. Awalnya sangat sulit baginya untuk mengajak beberapa sarjana pendidikan yang menganggur disekitar desanya untuk mengajar di MIS Darul Ulum. Akhirnya ada 2 warga alumni PGSD yang mau mengajar.
Kini, MIS Darul Ulum yang ia bangun telah memiliki 68 Siswa. SD terdekat di desa tersebut hanyalah SDN Tololai, berjarak 1 km dari MIS Darul Ulum. Sedangkan MIN hanya ada di ibu Kota Kecamatan yang jaraknya lebih kurang 4 km. Setiap tahun ajaran baru, siswa yang mendaftar di MIS Darul Ulum, meningkat. Hal ini karena di bebaskannya seluruh pembayaran (Pendidikan Gartis) dari awal sekolah hingga mendapatkan lulus.