Disclaimer : Cerita ini hanya karangan belaka, hanya ditulis demi kebutuhan kisah dan tidak ditujukan untuk menjatuhkan pihak manapun.
Adalah Mar Doyot. Lelaki itu selalu melamun di teras rumah, dengan atau tanpa rokok yang terselip diantara telunjuk dan jari tengahnya.
Saat tanggal sedang muda, biasanya mar doyot merokok filter, lalu pindah ke kretek dan ganti tembakau lintingan, sampai akhirnya tidak merokok sama sekali karena kehabisan cengkeh. Kadang papir yang ketumpahan kopi juga jadi penghalang sebatnya.
lelaki linglung itu yang kelak jadi penulis besar
***
"Cinta dan Kesejahteraan lah yang semestinya lebih langgeng bukan masa jabatan" Mar Doyot menutup puisinya dengan pesan yang lugas. Di bawahnya kerumunan pecah dengan sorak-sorai, menyanyikan mars mahasiswa, saling merangkul dan berjalan arak-arakan sambil sesekali meneriakan sumpah serapah bernada perlawanan.
Saat ada demo menentang kebijakan negara, mar doyot akan ditugaskan membaca puisi di tengah orasi, memang dikalangan mahasiswa mar doyot terkenal dengan susastra-nya, terlepas itu adalah jurusan kuliah mar doyot.
Jika dalam demo ada orang yang membakar semangat pemberontakan dan menyampaikan poin-poin tuntutan dengan berapi-api, mar doyot adalah air penenangnya. Mar Doyot adalah pertunjukan, aba-aba tidak tertulis yang sudah dipahami oleh seluruh mahasiswa.
Saat kondisi mulai tidak ramah dan berbumbu emosi, Mar doyot akan menyaut mic dari genggaman pemimpin orator dan langsung membacakan puisi atau sekedar lelucon sarkas.
Mar doyot memang bukan bintang utama dalam sebuah demonstrasi, tapi penampilannya selalu jadi patokan: Suasana akan sejenak hening ketika mar doyot tampil keatas.
Pemimpin orator akan menghormati waktu kosongnya dengan memperhatikan mar doyot. Seiring waktu berjalan, cinta tumbuh seperti kebijakan negara yang putusannya jatuh tiba-tiba dan selalu jadi pemicu orasi mahasiswa. Walau sama-sama dibuat gusar, sekali ini pemimpin orator pilih nurut.