Lihat ke Halaman Asli

Rangga Aris Pratama

ex nihilo nihil fit

Kidung Rohmati

Diperbarui: 28 Maret 2022   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://images.tokopedia.net/img/cache/500-square/hDjmkQ/2020/10/11/2e02be16-0427-43bf-97b0-03acdae9a69f.jpg

Malam hari yang cerah dan tenang, uap-uap air berkelahi dengan udara dan melemparkannya pada daun-daun, tembok, jendela kaca dan apa saja yang disapa dingin menjadi embun.

Selepas sembahyang subuh; pagi itu begitu dingin.

Saya tahu saya seharusnya pergi mandi dan lekas meringankan beban kalut, membantunya mengemas kue-kue.

Walau memperlakukan saya begitu kasar belakangan ini, kalut tetaplah simbok saya.

Saya tahu bukan kehendaknya berlaku demikian, kalut hanya tak mampu menutup telinga dari suara-suara yang mengambil kuasa.

Namun pagi itu selimut menarik saya untuk memeluknya kembali. Selimut berkata bahwa sudah sewajarnya manusia membagi kehangatan pada benda mati bukan sebaliknya.

" Manusia punya darah yang dipompa terus-menerus di dalam tubuhnya sehingga mencipta panas tubuh, sedangkan benda mati tidak." kata selimut

Benda mati tetap dingin saat dingin, panas saat panas, basah saat tercelup air atau tergenang embun-embun dan kering saat tertiup angin. Saya jadi kasihan dengan selimut dan guling. Memang dari malam sudah dingin dan dengan datanganya embun semakin iba perasaan saya pada mereka.

" rohmati !"

panggil kalut

" rohmati !!" kalut berteriak 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline