Merujuk hasil survei dari databoks.katadata.co.id mendapatkan hasil berupa TNI sebagai lembaga dengan tingkat kepercayaan paling tinggi, yaitu sebesar 92,2 persen menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis Minggu, 9 Januari 2022. Sedangkan menurut hasil survei Lembaga Riset Pusat Polling atau Puspol pada Mei 2021 menyatakan bahwa TNI menempati posisi tertinggi dengan presentase 95 persen, hasil dari survei ini bisa menjadi buah citra positif TNI. Hal seperti itu dapat dikatakan sebagai bentuk perwujudan dari konsep Broad Front yang dicetuskan oleh Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, dimana dalam konsep ini TNI tidak hanya mengurus masalah pertahanan dan keamana saja melainkan juga turut membantu negara dalam upaya meningkatkan kesejahteraan negara secara menyeluruh dengan catatan TNI tidak akan ikut serta dalam politik secara langsung agar tentara tidak dijadikan alat politik oleh negara.untuk merebut kekuasaan.
Sebelum mendapatkan kepercayaan seperti sekarang ini, militer Indonesia memiliki sejarah yang kelam ketika era Orde Baru, dimana masyarakat memiliki ketakutan yang tinggi terhadap institusi TNI karena pada saat itu sistem dwi fungsi ABRI masih diterapkan yang menjadikan hampir sepertiga kabinet di isi oleh perwira militer aktif, selain itu juga di era orde baru militer Indonesia memiliki kursi di DPR RI sebagai fraksi ABRI. Pada tahun 1980-an mulai bermunculan kritik terhadap dwi fungsi ABRI, kritik tersebut dilontarkan atas dasar kebebasan dan keterbukaan oleh pemerintah terhadap masyarakat; Arbi Sanit dan Miriam Budiarjo mengatakan bahwa idealnya militer bisa dilepaskan dari parlemen untuk menjalankan demokrasi namun di tolak oleh Presiden Suharto dengan ancaman apabila ABRI tidak mendapatkan tempat di parlemen maka mereka akan melakukan kekerasan kepada rakyat.
Reformasi 1998 menjadi pondasi utama pembatasan posisi militer dalam kekuasaan. Pada 1998 ketika presiden Suharto lengser konsep dwifungsi ABRI ini mulai dihentikan pergerakannya dengan cara mengurangi fraksi ABRI di MPR, selain itu Presiden Gusdur pada saat itu juga memisahkan jabatan panglima TNI dengan Menteri Pertahanan, hal seperti itu sejalan dengan profesionalisme militer.
Berdasarkan hasil survei yang telah disebutkan di atas wajar saja TNI dapat mengembalikan citra positifnya dengan baik karena konsep Broad Front yang di cetuskan oleh Jenderal Besar A. H. Nasution berhasil dilakukan melalui penempatan TNI sebagai institusi yang turut membantu negara dalam upaya meningkatkan kesejahteraan negara secara menyeluruh ditambah dengan slogan berupa "TNI kuat bersama rakyat" dapat dengan mudah menarik simpati masyarakat, alasan lain mengapa kepercayaan masyarakat tinggi terhadap TNI adalah kebanyakan tugas TNI tidak bersentuhan langsung dengan aktifitas masyarakat sehingga meminimalisir gesekkan dengan rakyat. Namun kepercayaan itu tentunya membawa pula kekhawatiran berupa terkikisnya citra lembaga sipil, jika citra lembaga sipil semakin tergerus maka ada kemungkinan militer dapat kembali ke dalam dunia politik Indonesia sama seperti era Orde Baru.
Francis Fukuyama menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan pada pemerintah telah menurun hampir di semua negara. Hal tersebut terjadi karena adanya kesenjangan pengetahuan tentang pembatasan peran dan fungsi militer, kemudian adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan terkait pengelolaan negara.
Faktor yang kedua tadi menjadi alsan logis mengapa rakyat memiliki kepercayaan yang rendah terhadap institusi sipil akibat dari adanya kecacatan dalam praktik menjalankan tugas seperti DPR dengan segala konflik internalnya, pemerintahan sipil yang koruptif, dan masih banyak kasus lainnya yang mengindikasikan kecacatan institusi sipil dalam bekerja. Hal yang demikian itu menjadikan masyarakat lebih percaya kepada institusi militer. Kepercayaan itu sendiri merupakan sebuah realitas, apabila masyarakat lebih percaya kepada militer maka realitanya intitusi pemerintahan sipil mengalami banyak kebobrokan sehingga rakyat memilih kekuasaan militer dengan harapan segala keboborokan intitusi sipil itu tadi dapat di hilangkan.
Kepercayaan terhadap intitusi militer ini seperti pisau bermata dua, artinya adalah kepecayaan itu penting dan juga berbahaya. Berbahaya di sini adalah bahaya bagi kita apabila memiliki kepercayaan yang terlalu tinggi terhadap kekuasaan militer sehingga mencapai pada titik bahwa pemimpin negara ini haruslah dari kalangan militer dan imbas logis dari hal tersebut adalah hilangnya prinsip demokrasi yang telah kita anut.
Kepercayaan yang tinggi terhadap militer juga dikarenakan masih ada orang yang percaya bahwa pemimpin dari kalangan militer terlahir sebagai pemimpin alami, mereka ditempa dengan kedisiplinan yang tinggi, serta memiliki integritas yang tinggi. Namun pada kenyataannya tidak ada perbedaan yang signifikan antara negara yang dipimpin oleh sipil dan negara yang dipimpin oleh militer. Kita semua mengetahui Indonesia sudah dua kali memiliki pemimpin dari kalangan militer dan sebagian dari kita juga merasakan era kepemimpinan yang dipimpin oleh presiden pada saat itu, dalam praktiknya juga terdapat pelanggaran-pelanggaran yang banyak terjadi sampai-sampai kebebasan sipil pada saat itu sangat dibatasi pada era Orde Baru.
Alasan masyarakat menginginkan pemimpin negara berasal dari militer selain karena mereka terlahir sebagai pemimpin alami, memiliki disiplin dan integritas yang tinggi dengan harapan itu semua dapat menjadi bekal untuk melibas segala kesengsaraan yang ada di negara ini juga karena sebagian dari masyarakat Indonesia masih terjebak dalam budaya Primus Inter Pares yang artinya adalah sosok yang utama (unggul, terbaik) diantara sesamanya. Jika kita melihat institusi sipil banyak melakukan kecurangan dalam melakukan pekerjaannya maka masyarakat beranggapan bahwa kita butuh pemimpin yang kuat, tegas, terbaik, dan unggul untuk menumpas itu semua oleh karena itu masyarakat lebih memilih militer sebagai intitusi yang di percaya sebagai pemimpin negara dan dengan harapan bisa menumpas kecurangan yang telah dilakukan institusi sipil.
Hasil survei tenatang kepercayaan masyarakat terhadap TNI memang tidak secara eksplisit menjelaskan bahwa mereka yang mempercayai juga setuju dengan pernyataan pemimpin negara lebih cocok dari kalangan militer. Hanya saja dari hasil survei tersebut kita dapat mengetahui bahwa orang yang berasal dari kalangan militer dapat dengan mudah menarik simpati orang lain untuk menjadi pengikutnya. Jika jumlah masyarakat yang percaya akan kepemimpinan kekuasaan militer maka imbasnya akan berdampak pada skor indeks demokrasi Indonesia yang nilainya akan semakin mengecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H