Lihat ke Halaman Asli

Rencana Penyambutan Jokowi oleh SBY di Istana Negara Menuai Kritik, Ruhut Marah

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14134504231457752128

[caption id="attachment_329418" align="aligncenter" width="601" caption="Ekspresi Kemarahan Ruhut Sitompul (Foto: Kompas)"][/caption]

Tidak selamanya niat baik itu tepat, ungkapan yang sudah sering saya dengar ini rupanya menimpa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tinggal 4 hari lagi akan menanggalkan statusnya sebagai simbol Negara seiring dilantiknya Joko Widodo (Jokowi) sebagai simbol negara berikutnya pada 20 Oktober 2014 besok.

Sebagaimana diberitakan Kompas.com, SBY akan menggelar penyambutan untuk Jokowi di Istana Negara dalam seremoni yang dikemas secara militer. Penyambutan itu direncanakan digelar pada Senin sore, setelah Jokowi resmi dilantik menjadi presiden pada pagi harinya. Yang artinya, ketika acara penyambutan itu dilangsungkan, SBY sudah bukan lagi Presdien Republik Indonesia yang berkuasa atas Istana Negara.

Namun kalau boleh jujur, apa yang menjadi rencana baik SBY menurut saya adalah hal baik yang mestinya kita berbesar hati untuk sama-sama mendukungnya. Melihat fakta sejarah perjalanan bangsa besar ini dalam proses transisi kepemimpinan mulai dari Prisiden Soekarno sampai pada Presiden SBY, kita sebagai bangsa tidak pernah melihat adanya tradisi yang membanggakan dalam proses transisi kepemimpinan, peralihan kepemimpinan mulai Soekarno sampai pada SBY seolah menyimpan ‘dendam’ politik yang pada ujungnya tidak pernah terukir indah dalam sejarah perjalanan bangsa dimana mereka saling rangkul dan memberi ucapan saat moment awal dan akhir pengabdian mereka untuk bangsa ini dalam sebuah bangunan yang dari sanalah meraka menentukan nasib bangsa ini yakni Istana Negara.

Benar memang, bahwa dalam ketatanegaraan kita, ketika Presiden Terpilih Jokowi diambil sumpahnya dalam proses pelantikan oleh Sidang Paripurna MRP, maka secara otomatis disaat yang sama berakhir pula masa pangabdian Presiden SBY dan semua kuasa yang melekat padanya sebagai Presiden pun berakhir, termasuk kuasanya atas Istana Negara. Bila pendekatan ini yang dipakai sebagai alasan untuk mengkritik niat baik SBY menyambut Jokowi di Istana Negara setelah proses pelantikan, sebenarnya tidak juga salah. Namun menurut saya agak kurang tepat dan terkesan kurang beretika. Karena bagaimanapun, kita sebagai bangsa tidak bisa juga menafikkan bahwa ada norma-norma etika yang mesti dijadikan sandaran.

Maka tidak salah pula bila Ruhut Sitompul selaku jubir Partai Demokrat yang juga bagian dari Tim Sukses Jokowi-JK ketika pilpres kemarin MARAH atas kritikan itu. Kepada awak media, Ruhut mengungkapkan kemarahannya bahwa apa yang dilakukan oleh SBY adalah upaya membangun kultur di masa peralihan kepemimpinan. Ruhut menilai yang direncakan oleh SBY tidak ada yang salah, khususnya bila dilihat dari sisi norma dan budaya ketimuran. "Jangan lihat sisi tata negaranya, tapi lihat etika dan sopan santunnya. Memangnya ketika Jokowi (jadi) Presdien, SBY bisas diusir seenaknya"

Dan saya pun sebagai rakyat Indonesia yang juga mendukung dan memilih Jokowi pada saat pilpres kemarin, menyatakan keberatan kepeda pihak-pihak yang mengkritik rencana baik SBY. Sebab sebagai rakyat, saya juga ingin melihat momen bersejarah dimana kedua orang "HEBAT" ini saling merangkul dan memberi ucapan selamat dan terimakasih dari sebuah bangunan yang juga merupakan simbol Negara (Istana Negara), dimana dari sanalah nasib bangsa ini mereka tentukan.

Salam..:)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline