Pernah merasa dadamu sesak ketika sedang patah hati? Atau merasa seperti ada beban berat di pundakmu saat mengingat kenangan dengan mantan? Kamu tidak sendirian. Patah hati bukan hanya tentang perasaan emosional; rasa sakitnya juga bisa terasa nyata di tubuhmu. Fenomena ini dikenal sebagai "broken heart syndrome" atau sindrom patah hati, di mana seseorang merasakan efek fisik dari tekanan emosional yang intens.
Tetapi mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana bisa perasaan kecewa dan kehilangan memengaruhi tubuhmu sedemikian rupa? Artikel ini akan membahas dari perspektif psikologis dan biologis, mengapa patah hati benar-benar bisa membuatmu merasa seolah-olah hatimu hancur.
Apa Itu Broken Heart Syndrome?
Secara ilmiah, "broken heart syndrome" dikenal sebagai Takotsubo Cardiomyopathy. Ini adalah kondisi di mana bagian dari jantungmu mengalami pelemahan mendadak akibat stres emosional yang ekstrem. Nama "takotsubo" sendiri berasal dari bahasa Jepang, yang merujuk pada bentuk jantung yang menyerupai perangkap gurita (takotsubo) saat mengalami kondisi ini. Kondisi ini sering terjadi setelah peristiwa traumatis seperti kehilangan orang yang dicintai, putus cinta, atau bahkan tekanan emosional lain yang berhubungan dengan hubungan interpersonal.
Gejala yang dirasakan mirip dengan serangan jantung: nyeri dada, sesak napas, dan perasaan tercekik di bagian dada. Walaupun takotsubo biasanya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada jantung, efeknya cukup serius dan bisa membutuhkan waktu lama untuk pulih.
Bagaimana Patah Hati Mempengaruhi Tubuh Secara Fisik?
Ketika kamu merasakan patah hati, tubuhmu sebenarnya sedang mengalami perubahan yang cukup kompleks. Berikut beberapa mekanisme yang menjelaskan mengapa rasa sakit emosional bisa berubah menjadi sensasi fisik yang nyata:
Pelepasan Hormon Stres:
Kortisol dan Adrenalin Ketika kamu mengalami patah hati, tubuhmu merespons dengan meningkatkan produksi hormon stres, seperti kortisol dan adrenalin. Ini adalah respons alami yang dirancang untuk melindungi tubuh dari bahaya. Namun, ketika dipicu oleh stres emosional yang ekstrem, kortisol yang berlebihan bisa menyebabkan berbagai gejala fisik seperti detak jantung yang cepat, peningkatan tekanan darah, dan bahkan penurunan sistem kekebalan tubuh.
Ini menjelaskan mengapa saat kamu patah hati, kamu mungkin merasa sulit tidur, kehilangan nafsu makan, atau bahkan sering sakit kepala. Tubuhmu pada dasarnya sedang dalam mode "bertahan hidup", bereaksi seolah-olah kamu sedang menghadapi ancaman nyata.
Rasa Sakit yang Nyata di Otak:
Aktivasi Area Sakit Fisik Penelitian menunjukkan bahwa rasa sakit emosional mengaktifkan area di otak yang sama dengan area yang memproses rasa sakit fisik. Ketika kamu memikirkan kenangan yang menyakitkan atau melihat foto mantan, otakmu tidak bisa membedakan antara luka emosional dan luka fisik. Area otak seperti korteks anterior cingulate dan insula, yang berperan dalam memproses rasa sakit, bekerja secara berlebihan.
Ini artinya, ketika kamu merasa "sakit hati" secara emosional, otakmu benar-benar merespons seolah-olah kamu sedang terluka secara fisik. Tak heran jika patah hati bisa terasa seperti sensasi nyeri di dada, tenggorokan tercekik, atau bahkan seperti ada sesuatu yang menusuk di perutmu.
Reaksi Jantung Terhadap Stres Emosional
Rasa patah hati yang intens juga bisa berdampak langsung pada kesehatan jantungmu. Kondisi ini disebut sebagai "takotsubo cardiomyopathy", di mana jantungmu secara fisik berubah bentuk karena respons terhadap stres emosional yang kuat. Otot jantung melemah sementara, dan bagian ventrikel kiri jantung bisa menggelembung, menciptakan rasa nyeri yang mirip dengan serangan jantung.
Meskipun kondisi ini biasanya bersifat sementara, efeknya bisa sangat mengejutkan dan membuat seseorang merasa benar-benar mengalami serangan jantung. Ini adalah bukti bahwa stres emosional bisa memiliki dampak fisik yang sangat nyata pada tubuhmu.
Koneksi Otak dan Jantung:
Efek Psikosomatis Patah hati adalah salah satu contoh terbaik dari fenomena psikosomatis, di mana pikiranmu bisa menyebabkan gejala fisik. Saat kamu merasakan kesedihan mendalam, otak mengirimkan sinyal ke seluruh tubuh, menciptakan perubahan fisik seperti penurunan nafsu makan, penurunan energi, dan bahkan gangguan pencernaan.
Saat itulah kamu merasa lemas, seperti tak punya energi untuk melakukan apa pun, dan mungkin merasa berat di dada. Ini adalah bentuk respon tubuh terhadap otak yang 'berteriak' bahwa ada sesuatu yang salah, meskipun yang terluka sebenarnya bukan tubuhmu, tetapi emosimu.
Mengapa Sakitnya Begitu Lama Hilang?
Perasaan patah hati seringkali membutuhkan waktu lama untuk pulih, bahkan lebih lama daripada luka fisik biasa. Ini karena otakmu telah membangun pola keterikatan yang kuat dengan orang yang kamu cintai. Ketika keterikatan ini tiba-tiba hilang, otakmu harus mengubah kebiasaan dan pola pikir yang sudah terbentuk.
Perubahan pada Produksi Neurotransmitter Saat kamu sedang jatuh cinta, otakmu melepaskan banyak dopamin dan oksitosin, yang menciptakan rasa bahagia dan terikat. Ketika hubungan itu berakhir, kadar dopamin dan oksitosin menurun drastis, meninggalkanmu dalam keadaan "kekosongan" kimiawi. Penurunan mendadak ini bisa membuatmu merasa hampa, kehilangan motivasi, dan tidak bersemangat melakukan hal-hal yang biasa kamu nikmati.
Siklus Stres yang Berulang Ketika kamu terus-menerus mengingat kembali kenangan bersama mantan atau mengecek media sosial mereka, kamu memicu pelepasan kortisol secara berulang. Ini membuat tubuhmu tetap dalam keadaan stres berkepanjangan, memperpanjang waktu pemulihan dari patah hati. Jadi, ketika kamu merasa susah move on, sebagian dari itu adalah hasil dari otakmu yang terus-menerus menghidupkan kembali stres tersebut.
Bagaimana Mengatasi Rasa Sakit Fisik dari Patah Hati?
Meskipun tidak ada solusi instan untuk mengatasi patah hati, ada beberapa cara yang bisa membantu meredakan gejala fisik yang muncul akibat tekanan emosional ini:
Olahraga Ringan Berolahraga bisa membantu melepaskan endorfin, yang bertindak sebagai penghilang rasa sakit alami di otakmu. Endorfin bisa membantu mengimbangi penurunan dopamin dan oksitosin, menciptakan perasaan yang lebih positif.
Meditasi dan Relaksasi Meditasi bisa membantu menenangkan pikiran dan menurunkan kadar kortisol. Fokus pada pernapasan dalam-dalam dan teknik relaksasi bisa meredakan ketegangan di tubuhmu, terutama di bagian dada dan bahu yang biasanya menegang saat kamu stres.
Terapi dan Dukungan Sosial Kadang, berbicara dengan orang lain tentang apa yang kamu rasakan bisa membantu menurunkan rasa sakit fisik yang kamu alami. Dukungan sosial mengaktifkan kembali pelepasan oksitosin, yang bisa membantu mengurangi rasa kesepian dan memberi rasa nyaman.
Berhenti Menyiksa Diri Sendiri Hindari mengecek media sosial mantan atau terjebak dalam pikiran berulang tentang kenangan. Ini hanya akan memperpanjang stres dan mengaktifkan kembali rasa sakitmu.
Kesimpulan: Patah Hati Itu Nyata, dan Tubuhmu Merasakannya
Patah hati bukan hanya pengalaman emosional; itu juga adalah pengalaman fisik yang nyata. Dari rasa nyeri di dada hingga gejala seperti serangan jantung, patah hati bisa membuatmu merasa seolah-olah tubuhmu juga terluka. Memahami bahwa ini adalah respons biologis dan psikologis yang alami bisa membantumu menerima rasa sakit ini sebagai bagian dari proses pemulihan. Meskipun butuh waktu, ingatlah bahwa tubuh dan pikiranmu akan pulih, perlahan tapi pasti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H