Lihat ke Halaman Asli

Randy Davrian

Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional

Permasalahan Permendikbudristek PPKS yang Merugikan Perempuan sebagai Kelompok Identitas

Diperbarui: 25 November 2021   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Koran Tempo

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Permendikbudristek RI) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi menimbulkan pro dan kontra.

Dalam Permendikbud No. 30 tahun 2021 ini memiliki pasal yang dianggap menyimpang dari nilai dan moral masyarakat Indonesia. Pasal yang dianggap menyimpang dari nilai moral masyarakat Indonesia adalah Pasal 5 Permendikbud No. 30, yang membahas mengenai macam-macam tindakan kekerasan seksual. 

Permendikbud ini mengabaikan nilai-nilai agama sebagai pendekatan dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi. 

Pasal yang juga menjadi kontroversi yakni pada pasal 1 mengenai Satuan tugas Pencegahan Kekerasan Seksual. Persoalan pokok yang pro kontra  bersumber dari kalimat "'tanpa persetujuan korban"  sebagaimana yang tercantum pada beberapa pasal dalam Permendikbudristek Nomor 30 tersebut. 

Adapun Kelompok penolak Permendikbud yang menilai kalimat tersebut sebagai aturan yang melegalkan perzinahan hingga perilaku seks bebas di dalam kampus, maupun hubungan seksual di luar pernikahan. Bahkan, paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent) bisa menjurus pada perilaku seks bebas (liberalisme seks). 

Selama ini banyak korban tidak berani bicara atas pelecehan yang dialami karena stigma sosial dan tidak ada jaminan perlindungan dari kampus. Permendikbud Ristek Nomor 30 menuai polemik lantaran adanya sejumlah klausul yang memuat kalimat  'tanpa persetujuan korban'.

Dalam kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan sebagai salah satu kelompok identitas yang rentan mengalami tindakan tersebut. 

Perempuan sebagai suatu kelompok identitas lebih banyak akan memerangi pasal tersebut, karena di dalamnya terdapat pasal yg akan melegalkan perzinahan, dan dari hal tersebut tentunya perempuan sebagai salah satu kelompok identitas akan merasa dirugikan dan tentunya tidak sejalan dengan hukun yg ada di Indonesia. 

Frasa "dengan persetujuan" yang sebelumnya didahului dengan frasa "dengan sengaja" telah menimbulkan keetidakpastian hukum dari Permendikbud ini yang tentu patut disayangkan karena mengindikasikan tidak menjamin kepastian hukum mengenai perlindungan bagi kaum perempuan yang seharusnya merupakan objek perlindungan dari Permendikbu ini. 

Maka perlu strategi-strategi yang dilakukan oleh pihak-pihak untuk memerangi kasus kekerasan seksual. Salah satu pihak yang perlu terlibat aktif adalah masyarakat sipil. Pentingnya kehadiran masyarakat sipil sejalan dengan teori demokrasi liberal dimana negara kuat dan masyarakat sipil juga kuat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline