Ibadah haji pada dasarnya sudah dilaksanakan oleh masyarakat Arab Jahiliyah sebelum kedatangan syariat Islam. Hal ini dikarenakan ajaran yang telah turun temurun diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS dan juga keturunannya.
Sekalipun sudah bukan rahasia umum bahwa seiring dengan perkembangan zaman, mereka mulai menodai ajaran tersebut dan memodifikasinya sesuai dengan hawa nafsu mereka. Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang masih dipegang oleh masyarakat Arab jahiliyah dari ajaran Nabi Ibrahim AS.
Salah satunya adalah ibadah haji. Akan tetapi, yang harus digaris bawahi adalah pelaksanaan ibadah haji pada masa jahiliyah ini sudah sangat jauh berbeda dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Hal ini dikarenakan adanya hal-hal baru dan juga penambahan unsur-unsur kesyirikan yang sama sekali tidak diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS.
Salah satu hal yang menjadi kebiasaan bangsa Arab jahiliyah adalah mereka kerap kali mengaku masih berada pada ajaran agama Nabi Ibrahim AS yang lurus dan memegang erat ajaran tersebut. Akan tetapi kenyataannya mereka telah jauh melenceng dari ajaran tersebut hingga meninggalkan ketauhidan serta menambah hal-hal baru dalam ajaran tersebut sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Proses pelaksanaan ibadah haji pada masa jahiliyah sudah tidak murni dari apa yang telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Hal ini karena adanya penambahan hal-hal baru dan juga kesyirikan di dalamnya.
Haji pada masa jahiliyah kerap kali dilakukan dengan ritual-ritual yang bodoh dan tercela. Bangsa Arab pada masa jahiliyah melakukan thawaf di Ka'bah tanpa mengenakan pakaian sehelai pun.
Hal ini dikarenakan pada masa itu hanya suku pemberani lah yang boleh mengenakan pakaian, yaitu suku Quraisy dan juga keturunannya. Mereka berkeyakinan bahwa pakaian suku lain adalah kotor, sedangkan pakaian suku Quraisy adalah pakaian yang suci. Jika suku Quraisy tidak memberikan pakaian sucinya, mereka akan melakukan thawaf dengan keadaan telanjang. Hal itu menjadi tradisi dalam ibadah haji mereka sampai Allah SWT menurunkan ayat :
"Kenakanlah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid". (Surah Al-A'raf :31).
Ada juga yang mengatakan bahwa pada masa jahiliyah penduduk di luar Tanah Suci (Mekkah) disuruh untuk tetap mengenakan pakaian ciri khas daerah asalnya sebagai penduduk yang berasal dari luar Tanah Suci (Mekkah) selagi baru datang untuk melakukan thawaf awal.
Hal ini merupakan bentuk pembedaan kelas pada masa itu. Jika mereka tidak memiliki pakaian yang menjadi ciri khas sebagai penduduk luar Tanah Suci, maka mereka harus thawaf dalam keadaan telanjang. Hal demikian berlaku untuk laki-laki. Sedangkan bagi para wanita harus melepaskan semua pakaiannya, kecuali baju rumahnya yang longgar. Saat itu mereka berkata, "hari ini tampak sebagian atau semuanya, apa yang tidak tampak tiada diperkenakannya". Pakaian yang dikenakan penduduk luar Tanah Suci dibuang setelah melakukan thawaf awal, dan tak seorang pun boleh mengambilnya lagi.