"Lara Samsara!"
Gadis berumur kira-kira 27 tahun itu menoleh, "Huh, siapa itu?"
Ia tak suka pada nama itu, nama tak jelas yang diberikan oleh kedua orangtua yang tak pernah dikenalnya. Orangtua yang konon meninggalkannya begitu saja di sebuah panti asuhan terpencil di pelosok Evermerika. Padahal konon ibunya adalah seorang sosialita dari keluarga ternama dan ayahnya adalah seorang bangsawan Everopa.
Lara tak suka arti namanya. Dalam Bahasa Ever, namanya berarti Duka dan Sengsara, Ia tak tahu mengapa ia dahulu dinamai demikian. Namun seiring waktu, ia bisa mulai 'menerima' namanya.
Kebanyakan anak-anak yatim piatu di panti asuhan tempatnya dulu dibesarkan, tidaklah bernama. Hingga dinamai oleh para pengasuh atau orangtua angkat yang memilih mereka untuk dijadikan anggota keluarga baru. Hanya Lara yang sudah diberi nama, jadi pihak panti asuhan tak ingin menggantinya begitu saja tanpa amanah.
Lara kecil cukup cantik, dengan mata biru yang indah dan wajah yang manis dan menarik. Namun entah mengapa, tak satu pasangan calon orangtua angkatpun yang menginginkannya. Mereka selalu memilih anak-anak balita lain hingga akhirnya Lara tertinggal sendirian.
Bahkan hingga Lara dewasa, ia tak juga bisa meninggalkan panti asuhan yang berada di tengah daerah terpencil itu, hingga masa kuliahnya tiba.
Beruntungnya ia, memiliki dana yang konon 'dikirimkan' oleh ibunya.
Siapa ibunya? Tak ada orang masa kini yang tahu dan tak pernah ada pengasuh panti asuhan yang ingin menyebutkan namanya.
Lara semenjak kecil entah mengapa, sangat tertarik dengan satu hal yang dianggap tabu dan mengerikan oleh banyak orang: 'Kematian'. Ia suka pergi sendirian jauh ke tempat-tempat aneh di padang gurun gersang sekitar tempat ia diasuh dan dibesarkan, kadang hingga para pengasuh kerepotan mencarinya. Hingga senja hampir menjelang malam, mereka menemukan Lara sedang berjongkok, asyik mengorek-ngorek bangkai seekor kadal gurun yang sedang dibongkar oleh ribuan kawanan semut.