Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope aka Poetvocator

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Tije oh Tije (3): Sacenggo Tapi Tak Tenggo

Diperbarui: 17 Juli 2023   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Ada beberapa sisi positif si Transjakarta yang penulis syukuri. Dari zaman dahulu (awal keberadaan) hingga sekarang, harga tiket Tije tak banyak berubah. Pertama diluncurkan hanya sekitar 2000 Rupiah saja, yang pada waktu itu mungkin masih dianggap agak mahal. Gorengan sepotong barangkali belum menyentuh 1000, jadi naik Tije bisa diibaratkan jajan gorengan sebungkus porsi pribadi. Bersyukurlah jika saat ini Tije bertahan di angka tiket 3500 dan masih bisa murah (2000 Rupiah saja) jika kita melakukan tap-in atau masuk gerbang pada pukul lima hingga tujuh pagi WIB.

Saat ini Tije masih belum menaikkan tarif, walau rencana dan wacana-wacana untuk itu masih berhembus kencang. Beberapa alasan dikemukakan. Adanya revitalisasi beberapa halte baik yang ada di jalur utama-sampingan maupun yang ada di terminal tujuan awal-akhir tentunya tak membutuhkan biaya sedikit. Sarana-prasarana dan infrastruktur yang masih belum memadai dianggap harus diperbaiki, misalnya ketiadaan toilet umum dan tempat duduk bagi calon penumpang. Belum lagi jalan tunggal/lajur Buswae yang kadang bolong-bolong, kurang rata atau bumpy gara-gara sering terkikis air di musim penghujan. Tentu saja keberadaan menyelonong masuknya angkutan umum lain (bus biasa, ojek online), bahkan pengguna kendaraan pribadi sepeda motor-mobil yang sering mencuri jalan (dengan alasan macet) turut jadi faktor penyumbang rusaknya jalan Tije.

Belum lagi bagaimana harus menggaji pegawai (pramusapa) yang tentunya sempat ditambah jumlahnya saat marak terjadi kasus pelecehan seksual sekitar akhir 2022 - awal 2023. Keberadaan penjaga (biasanya berdiri di pintu) dianggap bisa memberi rasa aman dan nyaman bagi penumpang, khususnya wanita. Pemisahan lokasi duduk, adanya Buswae pink khusus wanita dianggap bisa membantu mengurangi kasus. Bahkan pernah dibagikan kartu KUE atau langganan Tije gratis kepada para anggota kepolisian (Polri) agar mereka berangkat atau pulang berdinas dengan Tije. Tujuannya agar penumpang merasa nyaman dengan keberadaan Pak Polisi. Namun jarang sekali bahkan hampir tidak pernah penulis temui seorang Pak Pol menumpang Tije. Yah, berpikiran positif saja, rute Koridor 3 memang bukan rute umum Pak Pol di Jakarta Barat.

Namun pada praktiknya belum tentu juga keberadaan pramusapa bisa membuat penumpang nyaman. Jumlah penumpang yang membeludak seringkali menghalangi pramusapa dalam melaksanakan tugas. Malah ujung-ujungnya setelah kasus pelecehan seksual berkurang atau melandai, jumlah pramusapa sering dikurangi atau bahkan tidak ada lagi.

Kenaikan harga (tarif) dari 3500 ke angka berapapun (bahkan ke 3501 Perak sekalipun!) jelas belum akan diperlukan dalam waktu dekat, sekiranya masih banyak kelemahan yang belum berhasil ditangani pemerintah seperti jumlah armada yang kurang memadai, kurang dekatnya waktu kedatangan dari satu bus ke lainnya (alias terlambat tiba di halte), ketiadaan tempat duduk, serta tentu saja revitalisasi halte yang lelet serta pemindahan rute nan ruwet.

Daripada sibuk memikirkan kenaikan tarif, seyogyanya pemerintah bisa membuat penumpang dan calon penumpang Tije merasa lebih nyaman lagi menggunakan moda transportasi ini sehingga mudah tertarik dan tidak ragu beralih dari kendaraan pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline