"Memangnya ada apa di dalamnya? Aku sendiri belum berani membuka amplop itu..." Rani tak berani bicara keras-keras, khawatir ada yang akan mendengar.
Orion menatapnya tajam dan berbisik, "Dari mana kau bisa mendapatkan ini, dan di mana pemberinya sekarang berada?"
Rani baru hendak bicara ketika tetiba pintu pantry terbuka lebar-lebar.
"Hai, semuanya! Kabar heboh! Nanti malam akan ada kesempatan lagi untuk kita jalan-jalan, turun ke kota!" Leon menyerbu masuk seperti angin ribut. Syukurlah Orion masih keburu menjauh dan menyembunyikan amplopnya di dalam saku celana.
"Memangnya kau akan diizinkan Rose untuk pergi? That won't be an easy journey. Kemarin malam dan tadi pagi kau sudah alami sendiri betapa menakutkannya pandemi virus Octagon itu." Orion buru-buru bicara sambil duduk di sebuah kursi yang agak jauh dari Rani agar Leon tak terus memandang mereka dengan wajah curiga.
"Uh, melalui undian, bisa saja kuselipkan namaku di situ. Aku yakin pasti jika tidak dapat giliran malam ini, besok-besok kita akan 'beruntung' juga!" Leon seperti biasa pasti berusaha keras agar semua keinginannya tercapai.
"Kak!" terengah-engah Grace menyusulnya, sekali lagi mencoba memperingatkan, "Jika terjadi apa-apa denganmu, mama takkan bisa memaafkan dirinya sendiri!"
"Huh, wanita saja boleh, mengapa aku tidak? Rani dan Orion juga akan ikut serta agar adil. Hanya mama yang tak ikut karena punya alasan khusus selain 'menjaga benteng' di sini!" Leon masih membandel juga.
"Ya sudah. Yang jelas, karena masih di bawah umur, aku tak bisa ikutan. Jadi silakan pergi sendiri asal kau tidak ceroboh dan bertindak bodoh!" Grace meleletkan lidah.
"Huh, kau cuma iri, Dik! Aku tak butuh dirimu untuk melindungiku!" balas Leon tak mau kalah.