Orion dan Maharani tak memerlukan senter untuk melihat target-target dengan jelas. Perlahan mendekat dan bersembunyi di balik pepohonan dan sesemakan taman utama main mansion Brighton, keduanya menghitung. Ada sepuluh hingga dua belasan sosok di sekitar pintu utama. Jaraknya mungkin hanya beberapa belas meter, tak terlalu dekat namun juga tak jauh.
Langit tak lagi biru kehitaman, cahaya oranye lemah merekah semakin terang di ufuk Timur. Fajar yang sepi tak berangin itu sebentar lagi akan terkoyak oleh beberapa suara...
Orion tak ingin menunda lebih lama. Diarahkannya shotgun pada target dan membidik untuk mencontohkan.
"Aku pernah berangkat berburu hewan hutan. Anggap saja kita sedang begitu, Sayang! This is a hunting season. We're on a hunt." bisiknya seakan menghibur Rani sekaligus meningkatkan rasa percaya diri, "Ingat, kita bidik pada kepalanya, sasaran satu-satunya, headshot!"
Semua seperti adegan slow motion saja bagi Rani. Satu timah panas lurus meluncur. Nyaris tanpa suara karena senjata Orion telah dilengkapi peredam.
Satu zombie tersentak dan terkapar. Sisanya kebetulan sedang jauh, jadi mereka belum sadar jika 'rekannya' berkurang satu!
"Astaga, Orion. Kau juga berbakat jadi penembak jitu!" puji Rani takjub sekaligus merasa ngeri.
"Kebetulan saja. Sedikit tips, tutup sebelah mata saat membidik. Dan jangan menyanjungku, ini hanya hal wajar di daerah terpencil ini walaupun aku sudah beberapa tahun jadi anak kota!" Orion merendah, memberikan smize dengan mata sipitnya.
"Eh, yang satu itu tampaknya meraba-raba kaca jendela dan mendorong pintu!" Rani menunjuk.
"Bagaimana jika kali ini kau yang coba?"
"Uh, aku?" Rani ragu, "Pistolku ini kecil saja, apakah sebagus shotgun-mu?"