Sementara itu, Orion belum tahu semua yang terjadi maupun akan ia alami. Saat ini ia beristirahat saja sebaik yang ia bisa. Kebetulan persediaan air minumnya masih ada di atas meja kopi, walaupun hanya cukup untuk beberapa jam. Ia enggan keluar dari kamar barang selangkahpun. Tak ingin membuat semua orang khawatir, terutama Rani.
Astaga, Rani bahkan belum atau tak melihat panggilan teleponku sama sekali. Ada apa dengannya? Semoga istriku tak sedang dalam kesulitan.
Tiba-tiba ponsel Orion bergetar. Masuk sebuah notifikasi dari nomor tak bernama. Chat dari Rani! Ia segera mengenalinya.
Orion, kau baik-baik saja? Hati-hati. Mereka datang. Hapus chat ini segera.
Jantung Orion berdebar-debar membacanya. Mereka siapa, Rani? Aku baik-baik saja. Terima kasih.
Ia belum puas membalasnya, maka ditambahkannya satu kalimat lagi, I love you.
Centang satu abu-abu. Rani tentu kembali offline. Orion sedikit bersemangat, walau masih merasa kurang sehat. Kembali duduk di ranjang sambil meminum air yang kini sudah hampir habis, ia kembali berpikir keras.
Merasa kehausan, kini aku mulai merasa lapar. Ada apa dengan diriku? Mengapa aku sekarang merasa ingin makan sesuatu, apa saja?
Tak lama, pintu kamar Orion tetiba diketuk.
Rani? Orion hampir menyebut nama itu. Sadar jika sudah pasti ini bahaya yang disebut oleh Rani, ia segera bersiaga.