Ribet!
Pernah gak, nemu manusiyes yang tampang dan sikapnya baek setengah hidup. Bicaranya semanis madu, bahkan jika bisa bertabur intan permata. Si Lidah Lemes. Apalagi dia suka bersimpati, oh begitu ya, oh, iya juga ya, dan sebagainya.
Penampilannya numero uno, bukan dos apalagi tres. Jika bisa, atribut-atributnya segede gaban, numero uno juga. Pokoknya gak mo kalah sama kecap, selalu nomor satu. Kesan pertama, ini manusiyes pasti alim bin baek, mungkin malah jauh lebih baek dari Si Rehan Baek yang begitu syulit dilupakan.
Tapi etapi tidak selalu apa yang dilihat dan dikatakan tentang sesesamwan itu mungkin semanis kelihatan dan kedengarannya. Kok bisa?
Bisalah!
Hanya baik di depan manusiyes lain yang sekebon sekolem dengannya saja, akan tetapi mengabaikan yang mungkin tidak sehati sepikir. Hanya akan berpihak pada mereka yang tidak berusaha menentang, mengulik apalagi mengkritiknya.
"Tidak (bisa) terima keripik pedas! Hanya mau yang sefrekuensi!"
Si Alim sering terlihat sibuk, jalan petantang petenteng sana sini, hanya menyapa dan tos dengan mereka yang baik baginya saja. Yang diam saja, langsung dicapnya somse, kurang hormat, didiamkan, tidak ditanggapi. Alias ya masih main pilih-pilih. Jika tidak menguntungkan dirinya pribadi, ya dijauhi.
Alim, oh Alim. Boleh saja pakai halo sebesar pelangi di atas kepala, sayap bulu angsa serenceng plus cahaya berkilau dan gema suara ooo. Tapi mbok ya introspeksi diri dulu. Jika hanya yang sekebon sekfrekuensi saja yang dialimi, ya belum Alim namanya, melainkan (Minta di-)Alem.
Salam Sayang, Ang Ribet.