Penganiayaan dan musuh bukan hanya ada di zaman perang saja. Bukan hanya eksis saat tiada damai atau dalam drama rumah tangga ala sinetron cap ikan terbang dan novel online saja.
Kadang kita dianiaya bukan secara fisik. Kita mungkin tampak dan tampil baik-baik saja, dalam keseharian. Tak ada seorangpun ngeh bahwa kita sedang mengalami sesuatu yang begitu berat.
Bahkan bisa saja seperti sebuah pepatah, orang menganggap jika tiada kabar berarti kabar baik.
Padahal belum tentu, lho. Apa yang tampak baik mulus di luar, barangkali carut marut di dalam. Entah hati entah pikiran. Malah kadang beberapa di antara yang teraniaya ini tiba-tiba saja mundur, tak mampu bertahan. Entah menghilang pergi bahkan, secara menyedihkan, memutuskan untuk 'pergi sendiri' dari dunia ini. Padahal itu sama sekali bukan jalan keluar!
Kadang yang menganiaya kita bukan benda tajam, senjata atau tangan manusia, melainkan apa kata mereka. Padahal sejatinya mereka tidak akan mendapatkan sebetikpun keuntungan dari berbuat demikian, yang ada malah tabur dosa.
Sama seperti kata Sang Penebus, mari kita berkata, Tuhan, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Berdoa bagi musuh atau orang yang tidak menyukai kita, suatu keistimewaan yang luar biasa. Mampukah kita semua belajar melakukan?
Saya sendiri sebagai seorang yang mengalami (bahkan hingga saat ini) sedang belajar keras untuk itu, walau masih belum luar biasa berhasil. Akan tetapi saya berusaha untuk tetap bertahan dan bertambah bijak, terus mengasihi, dan memupuk pohon harapan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H