Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope aka Poetvocator

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 16)

Diperbarui: 9 Februari 2023   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dokumentasi pribadi

Pipi Maharani memanas. Ia belum pernah dipuji seperti itu, bahkan oleh mereka yang dulu-dulu menyukainya dan ingin mendekatinya. Gebetan, teman akrab, atau siapapun yang dulu cukup dekat dengannya di bangku sekolah maupun kuliah di Evernesia sering melayangkan rayuan gombal. Namun ia tak pernah menanggapi, setidaknya karena ia tak berminat kepada mereka.

Namun di negeri yang jauh ini, ia merasakan hal yang jauh berbeda. Dipuji oleh pemuda tampan yang belum lama ia kenal membuatnya ingin terbang melayang bagaikan daun-daun musim gugur yang masih sangat indah bertaburan di perbukitan Chestertown.

"Duh, terima kasih. Thank you very much. Actually, I never feel that beautiful, I'm just an ordinary girl. Aku belum pernah punya pacar, tak ada yang berminat denganku, walau di negeriku pada usia ini sangat banyak yang sudah mengikatkan diri dengan seorang lawan jenis. Aku tak tahu apakah aku layak untuk mengatakan aku cantik. Duh, maafkan kecerewetan dan curahan hatiku ini. Aku tak seharusnya bicara sepanjang ini! I'm just an ugly duckling."

"Jangan merendah, you really do. And you're a very kind young lady as well. Sayang sekali, aku terlambat berjumpa denganmu dan terlanjur menerima begitu saja permintaan ibuku untuk..." nada suara Orion berubah saat mengucapkan kalimat terakhirnya, "ya, kau tahu, takdir kadang mempertemukan dua orang manusia pada saat yang tidak tepat." Bersama kalimatnya Orion kembali saling menatap dengan Maharani. Pertemuan pandangan mereka selalu menimbulkan desir hangat di punggung gadis itu. Mata sipit cokelat di bawah alis tebal nan rapi, lekuk dalam yang menggoda di antara hidung mancung khas Everopa. Maharani tak bisa melepaskan pandangnya begitu saja.

"What do you mean?" Akhirnya gadis itu berhasil memecah kesunyian, "saat apa yang kau sebut tidak tepat?"

"Uh, maaf, so sorry, please just forget all the silly things I've just said," Orion tertawa gelisah, "anyway, it's a pleasure to know and meet you. I'll never regret that!" sekali lagi diberinya senyum termanis.

"Me too," Maharani membalas. Tetiba teringat pada permintaan lama pemuda di hadapannya plus kecupan dadakan yang ia berikan, ia segera paham maksud Orion. Merasa malu sendiri, segan sekaligus salah tingkah, gadis itu tetiba butuh sedikit jarak antara dirinya dan lawan bicaranya. Keluar dari dalam mobil, Rani berdiri di tepi tebing itu. "Jadi, Orion, kau mengajakku kemari untuk melihat-lihat pemandangan indah sejenak atau sesungguhnya ada hal lain yang ingin kau sampaikan?" tanyanya sambil memandang jauh ke bawah, masih merasa gelisah.

Orion mengikuti jejak Rani keluar dari kendaraan dan berdiri di sisinya. "Kau mau aku jujur?" tanyanya dengan suara rendah.

"Ya." Maharani yang memang tak suka hal-hal bertele-tele dan basa-basi merasa takut, namun ia lebih menyukai keterusterangan, seberapapun pahitnya.

"Listen, Maharani." Pemuda itu menarik lengan si gadis mendekat, sekali lagi menancapkan pandang dalam-dalam pada kedua pupil hitam Rani yang gemetaran, "Aku tak bermaksud jadi lelaki iseng yang kurang ajar atau hanya ingin menggodamu. Aku memang sudah menjadi suami seseorang, walau itu tak pernah kuinginkan! Namun, siang ini, di tempat menakjubkan ini, aku sangat ingin kau tahu semua yang kurasakan sejak pertama kali kita bertemu beberapa hari yang lalu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline