Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Kopi, Kamu, Kita (2 Dari 3)

Diperbarui: 2 Februari 2023   05:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi via Pixabay

(Bagian 2 dari 3)

Huh, kesal betul rasanya. Siapa dia, berani-beraninya men-judge seleraku? Dan benarkah jika memang kopi sasetan itu isinya bukan kopi benaran, malah ada kandungan jagungnya? Kayaknya gak mungkin, bukan? Meskipun malas meladeni tantangannya, pagi ini kuputuskan untuk bertandang ke kafe yang disebutkan Rey. Jika memang dia barista baru, kok berani-beraninya traktir kopi on the house? Namun kemudian harus kuakui memang aroma yang menyapaku sangat berbeda dengan yang biasa kuseduh sendiri. Wangi khas kopi segar yang hanya ada di kafe-kafe kelas menengah ke atas seperti Sunbucks itu jelas bukan dari parfum gantung, kalengan atau semprotan, melainkan dari alat pem-brew kopi yang berderet rapi di counter. Alat-alat otomatis dan manual yang harganya kurasa lumayan unjangkauable untuk mahasiswi miskin sepertiku.

"Jadi, bagaimana, Nona Joy, masih jadi Peminum Kopi atau udah jadi Pecinta Kopi?" Rey membuyarkan lamunanku.

"Uh, entahlah. Ini benaran enak, segar, tapi kurasa masih bisa beli bubuk jadi lalu membuatnya dengan blender sendiri di rumah!" tentu saja aku masih belum ingin memberi peluang menang debat pada sosok cowok jutek yang sukses membuatku fed up ini.

"Bagaimana jika nanti sore atau besok pagi Nona Joy singgah lagi untuk menikmati secangkir kopi hangat?"

"Gratis lagi?" kuleletkan lidah, "Kalo bayar, ogah ah! Dua puluh ribuan Rupiah bisa beli belasan bungkus kopi saset! Bisa untuk minum di rumah dua mingguan!"

"Iya, on the house lagi khusus untukmu! Gak pakai dua puluh ribuan, apalagi pajak!" Rey nyengir kuda. Duh, senyumnya nakal menggoda. Semoga wajahku gak memerah karenanya!

"Aduh, sungguh merepotkan. Jangan. Nanti Tuan Rey bisa dipecat!" aku makin mencium adanya hal aneh yang disembunyikan barista fotogenik yang jutek ini.

Rey menggelengkan kepala, sepertinya ia sedang susah-payah menahan tawa. Semakin mencurigakan saja, sepertinya aku harus segera melompat dari kursi bar ini!

"Aduh, resmi-resmian amat. Jangan panggil aku Tuan Rey, cukup panggil Rey saja!" pemuda itu membalas setelah berhasil bersikap cool kembali dan berdeham.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline