Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Tiga "Merasa" yang Sering Menjadi Jebakan "Manis" Penulis!

Diperbarui: 25 Januari 2023   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi via The Notion Press

Semua orang punya perasaan, termasuk para penulis. Namun beberapa 'merasa' bisa jadi jebakan 'manis' yang malah cepat lambat merugikan seorang penulis. Manis ditulis dalam tanda kutip karena ibarat rasa manis, rasanya memang tidak pahit, malah menyenangkan di lidah dan di telinga. Akan tetapi siapa tahu bagaimana kelak akibatnya dalam perut kita?

'Merasa-merasa' apa saja yang sering menjadi jebakan 'manis' bagi penulis?

1. Merasa diri paling terpelajar. Mungkin latar belakang pendidikan kita lebih tinggi. Mungkin kita berlatar belakang kuliah sastra, kepenulisan, bahasa dan sebagainya. Bukan lagi S1, mungkin S2, 3, 4 jika ada, S100 di luar negeri dan luar angkasa (ups, hanya fiksi genre fantasi saja).

Bagaimanapun, itu semua bisa jadi tak berarti jika tidak dipergunakan dengan maksimal. Bukan berarti harus tinggi besar dalam dan luas, melainkan bagaimana ilmu bisa didedikasikan dan diterapkan.

2. Merasa diri paling berpengalaman. CV boleh panjang lebar, sudah begini begitu, buku yang sudah terbit sekian ratus judul dan best seller mancanegara atau jika bisa se-antariksa. Namun jika bicara atau menulis mengenai dunianya seolah paling 'wah' sendiri.

"Ingat, masih ada brambang dan kerupuk udang di atas nasi goreng."

3. Merasa diri banyak pendukung dan rekan sekebon, sekolam, sekandang.

Tak apa-apa punya atau bergabung dalam sebuah kelompok/komunitas, asal jangan jadi geng. Apa beda kelompok dengan geng? Dalam kelompok ada pemimpin, tentu saja. Namun pada dasarnya kelompok itu lebih bebas bergerak. Kelompok adalah (dan hanya) sebuah wadah ibarat keranjang buah. Pendapat dan rasa boleh beda-beda, beragam jenis dan rupa, bisa positif-negatif namun semua tetap dihargai.

Sedangkan geng hampir sama, ada pemimpin dan anak buah. Tapi bedanya, pemimpin di dalam geng cenderung akan memberi prinsip dan batasan yang sedikit banyak membatasi suara-suara anak buah.

Memiliki banyak pendukung yang manut, memuji dan 'berkata manis selalu' malah akan merugikan kita karena kita merasa sudah baik bin sempurna. Tidak ada yang bisa diperbaiki karena tidak menerima peringatan dan ulikan, malah cenderung membalikkan semua masukan.

Semoga bermanfaat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline