"Lho, kok gitu? Membaca apa saja suka-suka kitalah! Toh hanya hiburan! Apa 'sih pengaruhnya ke hidup kita?"
Demikian barangkali pendapat yang sering kita dengar atau malah amini sendiri.
Hiburan pada umumnya kita nikmati di waktu luang sebagai pelepas lelah dan hobi, di sini ingin disoroti khususnya bacaan. Hobi yang banyak dimiliki kalangan yang pada umumnya bijaksana dan haus ilmu pengetahuan.
Sepintas lalu kelihatannya benar, memang hiburan apapun (termasuk membaca) pada dasarnya adalah hak asasi kita. Semua tergantung kesanggupan akal kita menerima dan memilah apa yang kita baca berdasarkan hobi dan minat.
Akan tetapi, mungkin bisa direnungkan beberapa masukan di bawah ini.
1. Pikiran/otak kita ibarat sebuah pabrik. Bahan baku yang kita masukkan secara tak langsung dan tak sadar akan merespons apa saja komunikasi yang kita serap, termasuk hiburan. Sikap dan sifat kita akan mencerminkan dan mengekspresikan semua yang kita telah terima.
2. Apa yang kita baca, tonton, dengarkan, secara tak langsung akan turut membentuk karakter kita. Walau kita sudah tahu 'itu hanya fiksi' akan tetapi ada kalanya kita memperbandingkan dengan kenyataan di sekitar kita, lalu berkata, 'benar juga, kok kisahnya mirip kisah nyata si Anu ya?' Lalu mulailah timbul aneka pembenaran seperti 'semua pasangan bisa saja berselingkuh dan itu hal yang normal dan manusiawi saja' atau 'laki-laki di mana-mana sama saja, mata keranjang!' dan sebagainya. Itulah mengapa sebisanya kita bisa memilih bacaan yang memiliki cukup makna, tak hanya asal halu, hanya populer namun gagal mencerdaskan.
Apa saja beberapa contoh bacaan yang 'menarik' namun sayangnya tak dapat mencerdaskan itu? Glorifikasi dan romantisasi kekerasan, kekayaan dan kekuasaan super sempurna, dan tentu saja pornliterasi yang sering menggoda dan menyamar sebagai erotika atau bacaan khusus dewasa.
3. Bukan hanya kita, keluarga dan sekitar kita juga bisa akan terpengaruh pada sikap pribadi yang terbentuk akibat pembenaran dan keyakinan akibat pesan moral hiburan tersebut.
Misalnya lajang yang sering baca kisah fiksi pria/wanita super sempurna, diam-diam bercita-cita kelak ingin dapat jodoh super sempurna juga 'seperti di kisah itu'. Cari-cari pasangan bertahun-tahun dan menemukan fakta jika orang di dunia nyata ternyata tak ada yang seperti di kisah itu, kemudian malah ngambek,tak ingin nikah, menutup diri.