Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Mal Sepi Bukan karena Minus Target Konsumen dan Kurang Instagrammable Saja

Diperbarui: 12 Desember 2022   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi via Pixabay

Mengapa belakangan ini banyak mal besar dan terkenal di Jakarta sepi? Misalnya saja Mal Ratu Plaza yang dulu adalah nomor dua di Jakarta, strategis dan terkenal, Mal Plaza Semanggi, Mal Blok M hingga Mal Glodok Plaza. Sejak adanya Pandemi Covid-19 dan adanya PPKM serta pembatasan dalam berbagai sektor, jumlah pengunjung berkurang drastis, toko-toko terpaksa tutup karena omzet menurun, harga sewa toko dan kios mahal, tak bisa menutupi pengeluaran dan gaji pegawai.

Beberapa pakar properti dan ahli bisnis menganalisa bahwa sepinya mal-mal belakangan ini karena kurangnya pemilik mal mengantisipasi perkembangan zaman, padu padan komposisi tenant, serta kurang mengikuti gaya interior mal seperti yang diidamkan banyak pengunjung (Instagrammable). Menurut penulis, sebenarnya bukan hanya karena itu saja masalah-masalahnya, melainkan...

1. Kurang strategisnya lokasi mal yang sering berada di area-area jalan protokol yang macet. Misalnya di Jakarta, waktu tempuh perjalanan ke mal-mal yang jauh dari tempat tinggal seringkali dirasa memberatkan baik dari segi ongkos (bensin, tarif transportasi) maupun waktu. Jika sudah ada outlet A di Mal B Jakarta Barat, mengapa harus ke outlet A di Mal C Jakarta Selatan, misalnya. Walau Mal B barangkali tak sebagus Mal C, namun ongkos ke sana masih lebih murah.

2. Kurangnya usaha para pemilik mal untuk memberikan kejutan segar bagi pengunjung, misalnya dengan membuat event atau acara gratisan yang menarik, memanfaatkan momen hari libur atau tahun baru, membuat lomba tag promosi video atau foto di instagram bagi pengunjung dengan hadiah free parking misalnya.

3. Kurang berminatnya pengunjung untuk datang karena kebanyakan mal-mal lain/baru yang sudah ada di area dekat domisili telah cukup memenuhi apa yang diharapkan oleh mereka. Misalnya fasilitas lengkap, parkir murah dan luas, ramah anak, banyak tempat duduk, ada kolam ikan, area terbuka dan sebagainya.

4. Kurangnya promosi di media sosial. Para pemilik mal barangkali bisa memanfaatkan adanya media sosial seperti Youtube dan Tiktok untuk memperkenalkan kembali mal-mal yang 'tenggelam'. Masih banyak anak muda yang belum tahu jika sudah ada mal-mal jadul yang juga menarik dan bersejarah, apalagi jika di sana ada tenant dan outlet yang tidak ada di mal lainnya. Tentu akan menjadi daya tarik tersendiri.

Semoga bermanfaat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline