Roasting yang sering dilakukan komika kepada selebriti, politikus dan sebagainya entah di atas panggung penghargaaan atau di media sosial via gambar/foto karikatur 'lucu' sebenarnya tak selalu berarti negatif. Jika diartikan penulis secara bebas, seringkali kita juga tanpa sadar pasti pernah melakukan ini terhadap orang lain di sekitar kita. Misalnya dalam bentuk mengolok-olok, making fun, jika dalam pemahaman penulis mungkin masih dekat dengan ngomporin.
Roasting yang arti harfiahnya memanggang bukan hanya ditujukan untuk memanas-manasi atau meledek (kasus atau kekurangan kita). Kadang bisa juga untuk memuji secara terselubung atau menguji tingkat ketahanan seseorang pada kata-kata yang ditujukan kepadanya.
Isi roasting tak selalu benar. Kadang hanya ingin mengkonfirmasi atau menyentil saja, seperti memancing setan keluar, mungkin begitu perumpamaannya.
Namun yang melakukan harus berhati-hati, karena perilaku roasting belum tentu bisa diterima oleh 'korban'.
Manusia memiliki beragam karakter dan penerimaan. Ada yang pembawaannya cuek, ada yang bisa menerima dan introspeksi diri, namun ada juga yang melawan alias tidak ingin urusan (pribadi) dicampuri.
Maka sebelum kita me-roasting orang lain entah dalam konteks komedi maupun seni, hendaknya kita berhati-hati.
Jangan sampai ada penggemar atau pendukung artis atau pesohor tersebut merasa tersinggung/kurang terima lalu melakukan tindakan lain seperti penuntutan dan sebagainya, hanya lantaran kata-kata remeh yang sebenarnya tak seberapa penting diucapkan.
Demikian pula dengan kehidupan sehari-hari. Kita harus menjaga perasaan sekitar kita walau anggota keluarga atau rekan sendiri. Hindarilah untuk melakukan roasting jika tidak perlu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H