Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope aka Poetvocator

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Ketika Ramai Tak Selalu Berarti Aman dan Damai

Diperbarui: 31 Oktober 2022   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Freevector.com

Kadang kita berpikir, keramaian adalah tempat paling aman. Tak ada bahaya berani mengintai mereka yang berada di antara banyak rekan seperjuangan. Beda dengan yang berjalan sendirian di mana para maling mengincar, misalnya. Jika diibaratkan dengan benteng, sesama manusia dianggap bisa melindungi sesama manusia. Pagar hidup, pagar betis, kurang lebih itu beberapa istilahnya.

Dalam banyak kisah fiksi, sering dikisahkan si calon korban tampak cerdik, lari dan menghilang, bersembunyi di balik kerumunan hingga si calon pelaku kehilangan jejak mangsa.

Akan tetapi dua tragedi kemanusiaan teranyar pada Sabtu Kelabu di Kanjuruhan, Indonesia dan Itaewon, Korea Selatan membuktikan jika tak selamanya kerumunan itu aman dan nyaman.

Kerumunan macam apa dulu? Manusia memang makhluk sosial. Ada kalanya kita berkumpul demi sesuatu. Entah bersenang-senang, rapatkan barisan menyatakan pendapat, atau demi mendukung tim olahraga kesayangan.

 Namun ada beberapa hal  yang kita lupakan.

Euforia kadang membuat kita turut terhanyut arus dan lupa diri.

Kepanikan membuat kita kehilangan kontrol dan berubah menjadi sumber malapetaka atau kemalangan bagi sesama.

Pertama-tama kita harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan diri untuk bergabung ke dalam sebuah kerumunan. Demonstrasikah, konserkah, pestakah.

Akankah itu aman? Bukan tak boleh sama sekali ikutan atau meramaikan, akan tetapi alangkah baiknya jika segala sisi kita pertimbangkan. Di mana rawan terjadi konflik, misalnya. Sebisanya kita tak ikut-ikutan hanya karena merasa 'ini akan jadi seru dan mengasyikkan!' dan sebagainya.

Akankah ada jalan kembali seandainya kita terjebak? Penulis pribadi pernah hampir terjebak demo mahasiswa besar-besaran yang mencetus Reformasi Mei 1998 di dekat Universitas Trisakti, tepatnya di kampus tetangga, Universitas Tarumanagara. Syukurlah sebelum situasi malam itu memanas, pukul lima sorean penulis bisa kembali dengan selamat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline