Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope aka Poetvocator

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

Suka Duka Bertahun-tahun Numpang Bus Transjakarta

Diperbarui: 29 Oktober 2022   07:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dari transjakarta.co.id

Merasa bangga bertahun-tahun setia menumpang Bus Transjakarta alias Bus Way, penulis turut memperhatikan perkembangan dan semua yang terjadi pada moda transportasi ini. Tarifnya cenderung murah, hanya 2000 hingga 3500 Rupiah saja dari ujung ke ujung. Mau naik turun bolak balik keluar masuk bus lain di halte juga bisa selama tak sampai terminal terakhir, sebab semua penumpang wajib turun di terminal utama.

Dari busnya masih berkursi plastik biru atau oranye keras dan berisik bunyi-bunyi jika jalan kurang mulus hingga penumpang panik karena bus tiba-tiba berasap (karena mesin rusak) pernah penulis alami. Dari armada yang dulu hanya ada sedikit/jarang-jarang lewat hingga harus berdiri desak-desakan, hingga sekarang jelang akhir pandemi Covid-19 sudah tak usah lagi selang-seling duduk di kursi tanpa tanda X. Padahal duduk sendirian tanpa berdesakan itu sebenarnya cenderung nyaman. 

Fasilitas dan tampilan halte juga semakin baik, walau dari dulu hingga sekarang tak pernah ada fasilitas toilet umum bagi penumpang. Membuat toilet umum di tengah-tengah jalan raya tampaknya memang cukup sulit. Bahkan para karyawan saja hanya memiliki toilet kecil seadanya dan dari kejauhan rata-rata tampak kurang memadai, entahlah dengan suplai air dan sanitasinya.

Sayangnya kesadaran kolektif masih kurang, penumpang wanita yang berdiri masih belum diberi tempat duduk oleh penumpang pria. Akibatnya sering terjadi percampuran/wanita berdesakan dengan pria. Setelah viral terjadi beberapa kasus pelecehan, baru ada beberapa terobosan. Pemisahan kursi penumpang pria di belakang dan pengadaan bus way pink yang sudah penulis bahas, misalnya. Adanya penjaga juga lebih membuat nyaman dan aman, meskipun tak semua bus mendapat jatah.

Beberapa hal positif dari Transjakarta adalah penumpangnya rata-rata sudah mengerti bagaimana tata cara dan etika menumpang bus. Sayangnya kadang oknum penumpang pria kurang tanggap dalam memberikan kursi kepada ibu-ibu hamil atau penumpang yang membawa anak. Masih terasa kental dominannya pemikiran siapa cepat dia dapat/berhak daripada etika dan empati antara sesama penumpang.

Bagaimanapun, moda transportasi ini cenderung praktis dan lebih cepat. Penulis rata-rata selama ini menempuh jarak sekitar 6 kilometer Daan Mogot Kalideres hingga Daan Mogot Indosiar hanya dalam waktu 15-20 menit. Jika melihat jalan raya 'biasa' yang macet, kelihatannya  jadi beberapa kali lebih cepat tiba di tujuan.

Semoga untuk ke depannya ada fasilitas lebih baik/revitalisasi di halte-halte reguler (bukan hanya di terminal awal-akhir atau halte-halte besar di jalan protokol saja), terutama untuk menunjang kebersihan dan kenyamanan penumpang.

(Jika Anda suka pada tulisan-tulisanku, sila mampir di https://linktr.ee/wiselovehope untuk menikmati karya-karya literasiku. Terima kasih sudah membaca dan berbagi isi kepala denganku.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline