Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope aka Poetvocator

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

(18+) Honey to the Moon (4): Setelah Cahaya

Diperbarui: 28 Januari 2021   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koleksi karya @wiselovehope

Joy malam itu tertidur dalam buai Rey, Keduanya begitu lelah, tapi pula terlalu senang hingga tak ingim memejamkan mata. Saling bercerita di tengah usaha mereka mengeksplorasi cinta. Cinta yang sedalam-dalamnya antara pria dan wanita dewasa, yang sekarang bukan lagi pintu terkunci di dalam taman rahasia surgawi.

Hmm, dini hari Joy sempat terjaga sementara Rey masih pulas. Setengah sadar dan masih di awang-awang, ia berpikir, lho, di mana aku kini, aih aih.. kok di sebelahku..

Rey terlelap hanya berselubung selimut tipis, dan mengapa aku juga... , -panik Joy seraya memegang tubuhnya yang terasa polos, tak memakai piyama seperti biasa. -Apa yang kami lakukan, ini di mana? Dan, di mana mamaku?-

"Joy, kamu.." Rey tersenyum dalam tidur, sepertinya mengigau. "Tadi sangat menyenangkan. Yuk, kita coba lagi. Ah, aku kecanduan dirimu. Ternyata bercinta itu luar biasa sekali ya."

Joy terhenyak. "R.. rey? Kamu di sini?" ia masih belum sadar sepenuhnya, malah refleks menyibak selimut yang mereka pakai bersama.

"Aww.. kita tadi abis ngapain sih... ???" ia malah spontan menutup mata dengan tangan, begitu tersaji 'pemandangan' yang masih begitu baru baginya, tubuh berkulit terang dan polos suaminya yang begitu mulus sekaligus indah. Rey memang bukan tipe pria tinggi besar yang 'bulky dan hairy', tapi langsing, kuat dan atletis, dengan figur yang begitu youthful dan sekaligus mempesona. Seperti sepotong cheesecake lezat, manis dan 'creamy'.

"Joy, yuk sini. Jangan jauh-jauh. Pengantinku yang baru kuperawani." igau Rey lagi.

"Kau pe...ra.. wa.. niii ???" Joy menjerit malu, tapi matanya yang kabur alias blur minus 8 tanpa kacamata maupun softlens malah tergoda untuk menatap lebih dekat. Rey yang juga entah pura-pura tidur atau ngelindur, malah menariknya lebih erat ke pelukannya.

Joy menikmati benar jari-jari lentik Rey di wajahnya, turun ke lehernya, lalu ke bagian atas dadanya, kemudian telunjuk sang pangeran membelah kulit bagian sensitifnya perlahan bagaikan pedang hingga Joy gemetaran, tepat dari belikat hingga ke belahan bukit kembarnya yang seakan mengencang, sementara jantungnya berdebar begitu keras. 

Di masa lalu, Rey belum pernah sejauh ini, tapi belaiannya, remasan tangan lembutnya, sentuhannya seperti seorang maestro pelukis sedang menggoreskan karya agung di atas kanvas terbuka nan menunggu untuk dicoret habis-habisan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline