Bila kita difoto rame-rame bareng teman lalu diperlihatkan hasil print-an atau jepretannya di ponsel maupun komputer,
Jujur saja, wajah siapa yang pertama kali Anda lihat? 100. Terima kasih.
Pasti wajah Anda sendiri.
Sama seperti kala kita selfie baik iseng ataupun mager, karena lihat pemandangan bagus yang sayang bila tak dijepret bareng kita.
Jujur lagi yuk, pemandangannya atau wajah Anda yang pertama kali dilihat? 100. Sudah saya duga, walaupun saya bukan peramal ulung.
Menulis juga sama. Penikmat tulisan pertama sebenarnya bukan pembaca setia, melainkan kita sendiri. Makanya saya sering baca ulang. Sering edit apa yang kurang, entah menambahkan atau mengoreksi. Seperti selfie dimana sering kita kurang puas dengan wajah yang tak proporsional, lalu jepret ulang sampai angle-nya dapat.
Zaman dahulu cita-citaku ingin jadi penulis buku fisik best seller. Tak kesampaian, ada masalah sedikit, saya sempat terpukul. Oke, sekarang walau non-profit pun saya jabani dan jalani. Biar cuma dibaca segelintir orang. Walau tak punya penggemar. Teruslah menulis.
Bagi saya sama seperti Anda yang mungkin hobi menyanyi, menari atau masak. Walau suaramu sumbang, walau tarianmu kaku, walau masakanmu tak seenak buatan restoran, kita bisa terus mencoba. Sama seperti menulis dan foto selfie, terus edit dan jepret. Sampai dapat hasil yang diinginkan. Jadi, juri terbaik kita bukan fotografer, bukan editor, bukan pembaca, melainkan diri kita sendiri.
Satu kisah menarik yang saya baca di laman The Sun. Ed Sheeran pada umur 16 tahun pernah mengalami penolakan menyakitkan dari seorang juri pada audisi ajang pencarian bakat di Inggris. Ia menari menirukan Justin Timberlake, dan juri menilai suaranya bagus tapi tariannya sangat buruk. Apakah Ed Sheeran kecewa dan berhenti berkarya? Tidak. Buktinya sekarang ia sukses sebagai salah satu penyanyi bersuara merdu dan sekaligus memiliki kekayaan mumpuni. Namun Ed tetap sederhana dan rendah hati.