Lihat ke Halaman Asli

Wiselovehope

Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

"Aku Online, Online" : Tuhan itu Online Juga Gak Sih ?

Diperbarui: 12 Desember 2020   06:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak ada pandemi virus Corona, segala yang tadinya bisa langsung kita lakukan secara tatap muka, mendadak berubah menjadi online. Menyusul ojek dan taksi online, serta pesan makan, kencan, game dan aneka kegiatan online lainnya, termasuk sekolah, kerja dan ibadah.

Memang hal-hal yang bisa dilakukan secara online secara tak langsung berjasa melindungi kita dari paparan virus Corona. Keberadaannya pun bertambah banyak dan makin menjelma menjadi sebuah kebutuhan primer.

Namun, sama seperti hal-hal virtual lainnya, tak ada kegiatan online sejati yang mampu menggantikan atau sama berkualitasnya dengan tatap muka. Perlu contoh?

Kencan online : Anda perlu melihat wajahnya, mendengar suaranya, bersyukurlah zaman now ini sudah ada video call. Itu saja masih banyak sekali terjadi penipuan, bisakah Anda bayangkan kenalan dan kencan online tahun 2000-an yang hanya memakai MiRC ? Bagaimanapun, bagi sebagian orang itu bisa berhasil, dengan sedikit keberuntungan dan takdir Tuhan YME.

Sekolah online. Sebagai orangtua dari dua putra yang masih kecil-kecil, saya merasa berat betul mendidik mereka di masa pandemi ini. Bagaimanapun, saya juga turut belajar dari nol, mengingat saya sama sekali tak berbakat menjadi guru.

Nah, ibadah online. Memang sih berkumpul saat sembahyang atau berdoa bersama dari rumah terdengar 'menyenangkan' bagi sebagian orang. Saling menguatkan. Namun di masa pandemi ini, dimana kita memiliki banyak jadwal yang tiba-tiba berubah total, sepertinya sulit untuk mantengin layar PC atau HP di masa kita biasa beribadah tatap muka. Apalagi di jam-jam dimana kita sedang mengiris bawang putih di dapur, masa kita harus berhenti untuk berdoa dengan pisau di tangan? Oke, letakkan. Tapi hari sudah menjelang siang, di ruang depan ada keluarga yang sedang menunggu makanan.

Sejuta kegiatan di rumah, belanja yang hanya bisa dilakukan seminggu sekali ke pasar basah yang becek (demi menghindari COVID-19 yang konon tingkat penularannya tinggi di pasar-pasar tradisional), serta mendidik anak-anak sekolah online dimana kita hanya bisa melakukannya saat ada di rumah pada hari libur atau malam hari sepulang kerja, dimana keadaan fisik serta stamina kita sudah jauh menurun dibandingkan dengan pagi tadi dan sesungguhnya kita hanya ingin atau butuh sedikit istirahat "agar imunitas terjaga".

Dan terlebih daripada itu, satu ganjalan terbesar yang menyisakan pertanyaan bagi saya : Apakah Tuhan "perlu" ditemui di jaringan internet buatan manusia? Setahu saya, walaupun iman saya kecil hanya sebiji sesawi, Tuhan itu begitu besar hingga bisa memenuhi seluruh Jagad Raya ini, tetapi juga Ia bisa begitu kecil sehingga bisa hadir di dalam hati kita.

Apalagi dengan motivasi di belakangnya, apabila hanya sekedar tatap muka, tidakkah ibadah online itu pada akhirnya akan terasa sama saja dengan kumpul-kumpul belaka sambil menyanyi pujian dan lain-lain sementara Tuhan "menonton" dari Surga?

Sehingga patut dipertanyakan, apakah ibadah online itu menjadi sebuah esensi hidup seperti lain-lainnya, sementara iman dan kepercayaan itu sepatutnya dibina melalui hubungan pribadi yang indah dengan-Nya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline