Lihat ke Halaman Asli

Rana Setiana

Pembelajar

Gelap

Diperbarui: 4 November 2024   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gelap Rana Setiana

Gelap. Kala gelap malam yang dingin, bermandikan cahaya rembulan tersepuh keperakan. Bersama derap kencang irama disko. Tersayup terdengar keluar. Berhias kelap-kelip lampu night club, bergoyang warna-warni menghangatkan kesunyian malam.

Di pojok diskotik terlihat bartender sedang meracik minuman. meramu dengan gaya akrobatik yang hebat, indah dan terlatih. Aku bersama ketiga sahabatku manghabiskan malam, bertemankan anggur, LSD (obat gila) dan pelacur. Penari penghibur yang penuh gombal dan rayu. Mereka mengajak turun bergabung.Berjingkrak ke tengah berdance ria didalam tembok khayalan. Mencari mimpi indah, terbang dalam halusinasi gila dan terbuai melayang bersama lagu dan alunan musik. Menina bobo hingga sang mentari membelai pagi.

Pagi telah datang. Malam pun berganti siang. Dikala sang surya membelai sayang, beriring angin berjingkrak riang. Berputar senang berbisik salam, Pada rembulan di langit malam. Bertabur bintang gemintang berkerlip terang, dan hilang bersama musik kencang, tertelan sunyi kukuruyuk pagi.

Dalam sepi kudengar suara menyapa keras. Terdengar dekat sekali, memecah sunyi pagi. “mas, mas! bangun mas!”, tak jelas dan tak pasti. Apa yang kudengar tepat di sampingku. “Mas, mas! Bangun!”, “mas! Tolong bangun, sebentar lagi kami harus buka”. Deretan kata-kata yang masih tak dapat aku terjemahkan.

Lalod (lama loading), otakku kosong. Kata-kata yang terucap, seakan-akan beterbangan, bergoyang dalam kegelapan. “mas, mas! Bangun, kalau pagi kami yang buka”. Badanku diguncang-guncangnya supaya aku terbangun. Tapi sayang mataku lelah tak dapat kubuka. Badanku lunglai tertelungkup dan aku tak tahu apa yang aku peluk.

“Jak, Rojak bangun!” “kamu kenapa Jak?” sayup-sayup terdengar suara memanggil diantara sekian banyak suara, mereka mengenalku. Mungkin!? mereka teman-temanku.

“Man, Herman” “Rud, Rudi” “To, Yanto! Tolong Bantu aku!” bangunkan aku dari kegelapan ini”. Sial!! sungguh sial. Kenapa denganku? Lidahku kelu. Tak ada satu patah katapun terlontar dari bibirku.

“Permisi, apakah kalian ini temannya?” “bisakah kailian membawanya dari restoran kami? Saya manager bandung cuisine”. Terdengar kata-kata tak henti-hentinya berderet panjang. Sungguhsayang aku tak tahu apa yang dakatakannya. “tenang saja pak, teman kami sedang memanggil ambulance” “karena saya rasa dengan tubuhnya yang membiru. Mungkin saja Rojak ODe (Over Dosis).

Deretan kata tak henti-hentinya berderet mengiang di kepala. Dunia apa ini?? Gelap memekat di hadapanku. Kosong melongpong, semua sama hitam. Hanya bunyi keras yang terus mengaung di telinga. Ribuan kata beterbanagn, berputar-putardidalam kepalaku. Muncul kemudian hilang entah kemana. Kini suasana menjadi dingin, sepi dan sunyi. Terdengar hanya desah nafas dan detak jantung yang terus berdebar resah.

Oh sungguh gelap tak bercahaya. Hitam kelam tak berwarna. Mataku yang belo besar pun kini tak berguna. Ku coba meraba kiri dan kanan, namun tetap saja percuma. Keterasingan, sepi, sendiri dan kicauan bunyi yang terus berkicau tiada henti silih berganti, kemudian bersembunyi. Hilang dan muncul kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline