Penjajahan oleh Belanda kepada Negara Indonesia ini, membawa dapak yang cukup besar. Baik secara ekonomi, social, budaya serta hukum. Dalam kehidupan bermasyarakat, ada peraturan berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan kesepakatan bersama. Hukum dibuat dengan tujuan mengatur dan menjaga ketertiban, keadilan sehingga kekacauan bisa terkendali atau dicegah. Setiap negara memiliki peraturan hukum yang berbeda-beda, termasuk negara Indonesia.
Sesuai dengan pasal 1 ayat 3, Indonesia merupakan negara hukum dan setiap warga negara Indonesia harus mematuhi aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Hukum di setiap negara merupakan peraturan yang secara adat, resmi dianggap mengikat dan diresmikan oleh penguasa negara atau pemerintah. Ada banyak sekali hukum di Indonesia, Undang-Undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, sampai peraturan daerah. Namun sayang nya KUHP yang berlaku di Indonesia ialah warisan hukum kolonial Belanda, yang notabene sudah berlaku di Indonesia sepanjang satu abad lebih.
KUHP yang ada ini berasal dari Belanda yang memiliki nama Wetbock van Strafrecht voor Nederlansch Indie atau WvSNI. Aturan ini diberlakukan di tanah Hindia Belanda melalui Koninklijk Besluit (Titah Raja Belanda -- Invoerings-verordening) Nomer 33 pada Oktober 1915 dan mulai diberlakukan pada 1 Januari 1918. WvSNI sendiri merupakan produk hukum turunan dari Wvs Belanda yang dibuat pada 1881 dan diberlakukan di Belanda pada 1886.
Setelah masa perjuangan modern dan bersatu maka fase dimana Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945, sebagai sebuah Negara baru terbentuk maka di butuhkanlah suatu aturan atau hukum, supaya tidak terjadi kekosongan hukum pidana nasional, maka WvSNI diadopsi menjadi hukum nasional melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Upaya untuk melakukan pembaruan dan revisi atas KUHP mulai terasa gregetnya sejak 1958, yaitu ditandai dengan berdirinya sebuah lembaga yang bernama LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum Nasional). Yang di ikuti olehiatan selanjutnya yaitu diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I pada 1963 dengan inisiasi desakan agar segera merumuskan KUHP baru yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, karena selama KUHP yang ada sudah tidak bisa mengikuti perkembangan jaman dan adat istiadat budaya bangsa ini.
Kemudian pada 1993 sebenarnya rumusan KUHP praktis telah berhasil dirampungkan, tetapi upaya ini, terhenti saat Menteri Kehakiman berganti di bawa kepemimpinan Oetojo Oesman (1993 - 1998). Barulah nanti saat Muladi menjabat menjadi Menteri Kehakiman pada 1998, RKUHP ini kembali diajukan. Agenda ini dilanjutkan saat Yusril Ihza Mahendra pada 2001 - 2004 menjabat menjadi Menteri Hukum dan Ham. Pada 2004, RKUHP masuk progam legislasi nasional prioritas. Saat itu kementerian itu dipimpin oleh Hamid Awaluddin (2004 - 2007).
DPR periode 2014-2019 kemudian menyepakati draf RKUHP dalam pengambilan keputusan tingkat pertama. Jadi, bisa dibayangkan RKUHP ini telah melewati 7 kali pergantian presiden dan 20 kali pergantian menteri di sepanjang dimulainya upaya untuk merumuskan KUHP sendiri. Setelah perjalanan panjang akhirnya Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) disahkan menjadi Undang-undang. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI yang beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP, pada hari Selasa Tanggal 06 Desember 2022, pengesahan ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. Setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Belanda, saat ini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H