Gender adalah rekonstruksi yang terjadi di lingkup sosial atau biasanya dipahami sebagai pembeda antara perempuan dan laki-laki dalam hal peran, fungsi dan tanggung jawab yang dibentuk oleh sosial budaya serta dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia. Agar dapat berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, pertahanan dan keamanan nasional, sosial budaya serta pendidikan. Kesetaraan gender juga mencangkup penghapusan diskriminasi, eksploitasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Pengertian gender akan menjadi rancu dan rusak jika dicampur dengan pengertian seks. peleburan pengeritan antara gender dan sex akan memicu ketidak setaraan gender jika tidak disikapi secara kritis. Kesetaraan hak perempuan dalam dunia politik dan hak perempuan untuk menjadi pemimpin selama ini telah terpendam dalam-dalam. Doktrin dan klaim yang tidak rasional sangat memengaruhi runtuhnya hak-hak perempuan untuk berpolitik dan memimpin.
Banyak doktrin dan klaim yang menyatakan bahwa kemampuan berfikir perempuan itu lemah dan tidak bisa mengontrol emosinya. Selain itu teks-teks agama yang dipahami hanya sebatas tekstual juga membuat banyak umat islam yang salah paham. Seperti pada firman Allah swt, "Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan (An-Nisa': 34)," dan hadis Rosulullah yang menyatakan, "Tidak akan sukses kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan."
Kedua dalil tersebut selalu memunculkan kesalah pahaman karena tidak dikaji berdasarkan latar belakang sosial dimana dalil tersebut diturunkan. Konteks sosial ayat Al-Quran tersebut menunjukkan pada masyarakat Arab yang patriarkhis (anak dikenal sebagai garis keturunan ayah-red). Hal tersebut mengakibatkan peran sosial dan ekonomi dikuasai oleh laki-laki.
Sedangkan hadis tersebut hanya berlaku kepada Ratu Persia yang menghina utusan Rosulullah yang membawa surat tentang seruan untuk menerima Islam. Akan tetapi, seruan itu dijawab dengan penghinaan. Sehingga Nabi Muhammad berkata "Tidak akan sukses kaum yang dipimpin oleh perempuan". Perempuan dalam hadis tersebut bukan ditujukan pada perempuan secara umum.
Maka, Islam tidak melarang perempuan untuk berpolitik ataupun menjadi pemimpin. Sebaliknya Islam memberikan hak pada perempuan untuk ikut serta dalam politik dan menjadi pemimpin jika ia mampu.
Islam memberikan kepercayaan pada manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 30. Perempuan juga merupakan manusia, sehingga perempuan juga mempunyai tanggung jawab untuk menjadi khalifah di bumi ini. Selain itu kewajiban amar ma'ruf dan nahi munkar adalah kewajiban bagi seluruh umat muslim laki-laki maupun perempuan, sehingga mereka memiliki hak berpolitik.
Semoga tulisan singkat ini dapat mampu membuka wawawasan pembaca mengenai sedikitnya tentang hak perempuan dan mengembalikan hak-hak perempuan yang selama ini terenggut oleh doktrin dan kesalah pahaman dalam penafsiran teks-teks keagamaan. Selain itu saya harap tulisan ini mampu menyadarkan para perempuan untuk meminta hak-hak mereka. Sehingga ideologi gender dapat tetap hidup dan penindasan terhadap perempuan terlenyapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H