Sesuatu yang selalu dilakukan akan menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang sudah terbiasa akan melahirkan sebuah budaya. Budaya identik dengan istilah perkumpulan atau kelompok. Semakin banyak perkumpulan atau kelompok yang ada, maka secara tidak langsung menambah pula keragaman budaya. Pada dasarnya, berbedanya suatu perkumpulan, maka berbeda pula kebiasaannya.
Perkumpulan terjadi karena ada persamaan keinginan, tujuan, persepsi dan lainnya. Tak jarang dalam sebuah perkumpulan secara tidak langsung akan terjadi beberapa perkumpulan baru karena setiap individu berbeda karakter serta kenyamanan yang berbeda - beda pula.
Misalnya, dalam lingkup kelas X. Kelas X adalah sebuah perkumpulan, tetapi di dalam kelas tersebut akan terbagi beberapa kelompok belajar atau bermain.
Semakin banyaknya perkumpulan atau kelompok, maka akan terdapat dampak baik positif ataupun negatifnya. Dampak tersebut muncul dikarenakan adanya sebuah tujuan yang sama. Namun, berbeda cara menyikapinya. Bisa disebut satu visi tetapi berbeda misi. Akan ada pemberian sifat terhadap seseorang atau sekelompok lainnya yang bersifat subjektif bisa menjadi negatif maupun positif.
Pemberian sifat itu disebut dengan stereotipe. Stereotipe pada dasarnya tidak mempunyai sumber yang jelas. Bisa berasal dari karangan - karangan seseorang atau kelompok tertentu serta bisa pula berasal dari cerita turun - temurun untuk digunakan sebagai rujukan tentang seseorang atau kelompok, budaya, dan lainnya. Segala bentuk stereotipe belum dapat dipastikan dengan sebenar - benarnya. Bahkan ada stereotipe yang salah sama sekali kebenarannya.
Tidak sedikit individu atau sekelompok menjadikan stereotipe sebagai sebuah alasan untuk mengucilkan atau mengejek kelompok lain, dengan kata lain tidak menghargai bahwa setiap individu memiliki keunikan yang beragam.
Stereotipe muncul karena ketidaktahuan seseorang atau kelompok terhadap seseorang atau kelompok lain dengan sungguh - sungguh. Apabila kita menjadi akrab dengan yang bersangkutan, maka stereotipe tersebut biasanya akan menghilang. Stereotipe terdapat dua macam, yaitu positif dan negatif. Stereotipe positif akan dapat membantu terjadinya toleransi sehingga memudahkan terjadinya interaksi.
Contohnya adalah orang Sunda menstereotipekan orang Jawa sebagai pribadi yang ramah dan begitu pula sebaliknya orang Jawa menstereotipekan orang Sunda adalah pribadi yang toleran. Stereotipe negatif biasanya muncul karena suatu perbedaan yang tidak dapat diterima oleh kelompok lain.
Stereotipe negatif akan menjadi sebuah ancaman untuk mempertahankan keutuhan dan menghambat komunikasi antar kelompok yang bersangkutan sebab terbangun jarak yang diakibatkan oleh stereotipe tersebut. Stereotipe negatif memunculkan prasangka, lalu karena prasangka sehingga terjadi jarak sosial. Setiap orang yang berprasangka itu cenderung melakukan diskriminasi. Padahal pada kenyataannya belum tentu sebuah stereotipe itu benar.
Stereotipe harus dapat dimaklumi karena sadar atau tidak sadar kita pernah membuat atau merasakan stereotipe tersebut. Namun, jangan sampai sebuah stereotipe menjadi perusak sebuah hubungan yang harmonis, melainkan sebaliknya.
Perlu adanya pembuktian secara jelas jika kita menemukan atau memikirkan sesuatu sehingga timbul stereotipe. Jangan sampai itu menjadi sebuah bumerang yang dapat mengacak - acak sebuah kesatuan, tetapi kita rancang menjadi sebuah keutuhan yang kekal.