[caption id="attachment_158805" align="aligncenter" width="255" caption="sumber foto : www.google.com"][/caption]
Seorang ibu yang bijaskana telah melahirkan 12 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki, 4 orang wanita, dan 4 orang anak kembar yang sudah meninggal dunia ketika masih bayi. Salah seorang anaknya yang masih hidup yaitu anak yang nomor 5 ditakdirkan untuk membina rumah tangga dengan seorang wanita yang berbeda adat, suku, dan agama. Padahal tradisi dalam keluarga kami belum ada sejarahnya seorang anak yang menikah dengan orang yang berbeda adat maupun agama. Dan pasti hal itu akan mendapat tantangan dan cercaan dari pihak kelarga besar kami. Resiko dikucilkan dan dibuang dalam pergaulan keluarga sudah pasti.
Namun itu adalah ancaman yang aku dapatkan di awal-awal aku mengutarakan keinginanku untuk menikah dengan seorang wanita Jawa yang nyata-nyata berbeda adat, suku, dan agama.
Namun seiring berjalannya waktu, kenyataannya bahwa cercaan dan tangtangan di awal kami menikah tersebut saat ini sangat berbeda seratus delapan puluh derajat, karena mendapat dukungan baik dari kedua belah pihak keluarga. Baik dukungan dari pihak keluargaku yang dulu sangat menentang pernikahan ini, maupun dari pihak keluarga istriku. Apalagi setelah ibundaku yang sangat bijaksana telah memberikan restu dengan keleluasaan pada diriku dalam menentukan jalan hidupku dengan membina rumah tangga dalam kehidupanku di masa depan.
Sebagai seorang anak yang berbakti, masih terngiang di telingaku pesan-pesan dan petuah dari keluargaku yang mengantarkan aku ketika mau berangkat ke Jogjakarta tempoe doeloe. Diharapkan agar aku selalu mengingat-ingat pesan kedua orang tuaku ketika aku masih SMP dulu di seberang sana. "Jangan sekali-kali kau melanggar adat dan peraturan keluarga kita", begitulah ultimatum yang ditujukan kepada diriku yang ketika hendak berangkat ke Jogjakarta melanjutkan SMA.
Namun sesuai dengan perkembangan zaman, dengan seiring usiaku yang semakin dewasa, akupun jatuh cinta dengan seorang gadis Jawa yang berbeda adat, suku, dan agama. Kisah cintaku sangatlah banyak menemui rintangan dari pihak keluargaku maupun dari pihak keluarga calon istriku.
Pada awalnya aku sangatlah ragu dalam menjalani kisah cintaku. Namun seiring berjalannya waktu, cintaku kepada wanita yang cantik jelita itu tidak bisa dibendung dan begitu juga sebaliknya cinta wanita yang cantik jelita itu semakin mendalam di kehidupan kami berdua. Saking besarnya rasa cinta diantara kami, maka kami bertekad untuk mempertahankan cinta kami dengan membina rumah tangga dengan apapun resikonya, sekaligus ingin membuktikan bahwa cinta kami itu tulus dan murni.
Dalam keadaan yang demikian, hatiku sangat bergejolak, karena membayangkan pertentangan antara keluarga besarku dan dengan keluarga besar pihak calon istriku. Bagaimana kelak kami akan menghadapai kehidupan orang yang berlainan keyakinan dan dengan banyak tantangan dari keluarga kami masing-masing?
Namun segala pertentangan dan gejolak yang ada di hati kami masing-masing, kami kesampingkan semua perasaan yang menghambat jalinan kisah asmara kami. Karena kami yakin bahwa cinta kami ini adalah cinta yang memang diberikan oleh Tuhan kepada kami untuk menunjukkan kepada dunia bahwa cinta itu adalah suci dan tidak memandang suku dan agama apalagi kasta. Dan kenyataannya memang begitu, setelah dengan kisah yang berliku-liku, dengan seizin Yang Maha Kuasa, kamipun mendapat restu segenap keluarga dengan segala resikonya, yang dulunya sangat menentang pernikahan ini,
Dengan penuh keyakinan, aku menghadap ibu tercinta bermaksud ingin mengutarakan bahwa aku ingin menikah dengan seorang wanita yang beda keyakinan. Setelah aku menerangkan bahwa wanita yang aku cintai itu adalah seorang wanita yang baik dan memang pantas bagi diriku dan dijadikan mantu oleh ibundaku.
"Ibu, izinkanlah aku mempersuntingnya", dengan mata berkaca-kaca beliau menjawab,