Lihat ke Halaman Asli

Pulang

Diperbarui: 23 Februari 2016   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: http://kanghaki.smkn1pengasih.net/files/ibu.jpg

 

PULANG

Oleh: Ramdhani Nur

[caption id="" align="alignleft" width="321" caption="Sumber: http://kanghaki.smkn1pengasih.net/files/ibu.jpg"][/caption]

Wajah tirus itu terlihat makin keriput saja disebabkan pengorbanan dan kesetiaan. Kerudung coklat yang tersampir seadanya menutup sebagian kerut yang menjadi-jadi di lehernya. Tiga puluh tahun aku mendapati metamorfosis kejamnya waktu pada tubuh yang pernah membopongku berjam-jam manjauh dari bencana banjir bandang dahulu. Beruntunglah, hingga sampai lima tahun ke belakang ini, takdir masih mengijinkan mataku kini menjemput titian kaki-kaki rapuh itu mendekat tubuhku.

“Kenapa diam begitu?”

Ah, dia tak tahu. Aku bergetar sebenarnya. Debar ini selalu membuncah, tiap kali suara itu masuk meremas dada. Dia ingin menentramkan, sebab untukku nasihat dan kecewa sudah lama dia kuburkan. Dia ingin mengikhlaskan nasib buruk sebagaimana siang yang kemudian menjadi senja. “Bergembiralah, Ini hari raya!”

Itu ucapan pengiring untuk ketupat, opor, dan sambal yang dijajarkannya terbebas dari susunan rantang. Dia membuatnya sendiri. Dia mempersiapkannya sendiri. Aku tahu. Tak ada pesta yang membuatnya bisa mengumpulkan banyak uang kecuali pada pangkal takbir ini saat berseraknya zakat mengetuk pintu rumahnya. Atau memang benarlah kabar burung itu bahwa dia kerap mengumpulkan tiap ketip dari menganyam bambu untuk ditebus dengan satu kebahagiaan saat hari raya ini. “Sudah rindu pula kau pada masakan ini?”

Demi Tuhan! Ada yang jauh aku rindukan lebih dari itu. Tentang tangannya yang kerap mengayuh tenang di kepala, tentang lirih doanya yang menusuk bilik kamar dan mencekat tarikan napas. Tentang tangisnya yang seketika hilang saat beradu kedua mata merahku.

Dari sedemikian caranya membuatku rindu, aku hanya bisa memberinya cara bagaimana dia kecewa dan terluka.

“Jangan kau bersedih begitu! Pasti ada waktunya kau yang pulang menjengukku?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline