Lihat ke Halaman Asli

Potret Buram Pilpres 2024

Diperbarui: 24 Maret 2024   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan calon presiden (capres) dan calon wakil Presiden (cawapres) telah berakhir dengan dimenangkannya Prabowo dan Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029, melalui ketetapan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) beberap hari lalu, kemenangan mereka menyisahkan fakta buruk selama kontestasi pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden di Indonesia.

Inferioritasnya hukum di hadapan politik, berbagai fakta yang terjadi menunjukan selama proses pemilihan umum dari proses pencalonan dan kampanye, hukum selalu dikangkangi oleh kepentingan politik, beberapa di antaranya seperti penggunaan mahkamah konstitusi melalui putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagai gerbang untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presidengan, bukti pelanggaran ini diperkuat dengan adanya putusan dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memutuskan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman diberhentikan karena terbukti melanggar kode etik hakim.

Fakta berikutnya adalah keterlibatan presiden dalam proses kampanye di mana presiden Jokowi menggunakan fasilitas Negara untuk berkampanye untuk salah satu paslon diterangkan dalam film documenter yang berjudul "Dirty Vote", kemudian Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya yang diberikan sanksi karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Rentetan fakta buruk ini tidak mempengaruhi elektabilitas dari Prabowo dan Gibran, hal ini dibuktikan dari kemenangan yang diperoleh keduanya. Fakta ini membenarkan apa yang disampaikan oleh Rousseau bahwa "Demokrasi itu ibarat buah. Penting untuk pencernaan, tetapi hanya lambung yang sehat yang mampu mencernanya." lambung dapat diasosiasikan sebagai pemilih, artinya lambung yang sehat adalah pemilih yang cerdas/rasional---sebuah kemampuan yang digunakan untuk mempertimbangkan sesuatu agar dapat mengambil keputusan, pemikiran yang rasional berlandaskan pada analisis yang bersandar pada nilai, fakta, data, dan tidak melibatkan perasaan. Menurut Suhartono---Dosen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta, pemilih rasional adalah pemilih yang menilai mereka yang memiliki gagasan dan rekam jejak yang baik---artinya berkompeten dan berintegritas,---patuh terhadap nilai dan norma hukum.

kemenangan Prabowo-Gibran menunjukan bahwa sebagian besar pemilih di Indonesia bukanlah pemilih yang rasional melainkan sebaliknya, kemenangan telah diperoleh oleh Prabowo-Gibran, apapun faktanya walaupun itu buruk mesti diterima. Situasi pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024, menggambarkan bahwa negara Indonesia tengah berada dalam fenomena yang dalam Bahasa Rocky Gerung sebagai "surplus fanatisme dan defisit akal", di mana kalangan masyarakat sipil, politisi, aktivis, dan akademisi mengalami kebutaan terhadap fakta buruk yang telah terjadi karena fanatisme yang berlebihan (surplus fanatisme) dan ketidakmampuan untuk berpikir secara rasional (defisit akal).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline