Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dicanangkan oleh Kemendikbud sejak tahun lalu dipandang belum berjalan secara optimal sebagaimana yang diharapkan.
Sebagian sekolah disinyalir belum melaksanakan sepenuhnya amanat yang diberikan kepada mereka. Untuk itu evaluasi secara menyeluruh pun akan dilakukan kepada beberapa sekolah yang selama ini dianggap tidak patuh terhadap aturan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut. Hal itu perlu dilakukan mengingat pentingnya PPK sebagai fondasi dan solusi atas berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh anak di sekolah maupun di luar sekolah.
Upaya pemerintah untuk melahirkan generasi unggul berkarakter seperti yang dicita-citakan memang sudah selayaknya kita dukung penuh. Sekolah bukan saatnya lagi hanya berperan sebagai tempat bagi guru untuk mengajarkan anak-anaknya membaca, menulis serta berhitung.
Lebih dari itu, sebagai rumah kedua bagi anak sekolah dituntut untuk berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak didiknya. Namun demikian, membebankan tugas untuk membentuk karakter anak sepenuhnya kepada guru juga bukanlah sikap yang bijak.
Adapun besarnya pengaruh media (terutama media elektronik) terhadap perilaku maupun cara berpikir anak merupakan hal yang perlu disadari oleh pemerintah maupun para orangtua.
Beragam tayangan yang disuguhkan oleh media televisi akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap proses tumbuh kembang anak. Setiap adegan yang ditunjukkan dalam tayangan televisi akan direkam dengan baik dalam memori anak untuk kemudian ditiru dalam kehidupan nyata.
Celakanya, sebagian besar tayangan televisi justru didominasi oleh acara -- acara yang dapat merusak moral anak. Banyaknya tayangan sinetron yang menggambarkan kehidupan para remaja dengan gaya hidup hedonis menjadi ganjalan tersendiri bagi sekolah untuk melahirkan generasi yang berbudi luhur.
Berbagai uangkapan bernada makian, umpatan sampai dengan kata-kata yang tidak senonoh kerap kali meluncur dari mulut pembawa acara maupun para pemeran adegan.
Tak ayal anak-anak kita pun tumbuh menjadi generasi beringas dan sulit diatur. Televisi seakan menjadi "guru" bagi anak-anak kita dalam mengajarkan berbagai kosakata yang sebenarnya tidak pantas mereka ucapkan.
Di lain pihak, pesatnya perkembangan teknologi informasi yang tidak diimbangi dengan pengawasan yang baik dari pemangku kebijakan serta para orangtua menjadikan upaya untuk membentuk karakter anak semakin berat saja. Kemudahan untuk mengakses berbagai informasi menggunakan perangkat digital mengakibatkan kemungkinan masuknya konten-konten negatif kian terbuka lebar.
Tayangan berbau pornografi serta adegan kekerasan merupakan dua konten berbahaya yang dapat diperoleh dengan mudah melalui internet. Tak heran apabila berbagai kasus tindak kekerasan fisik maupun seksual yang melibatkan para remaja pun masih dapat kita temukan hingga hari ini.